Kamis, 22 September 2011

Stranded in Yemen

 Yaman memang indah dan unik, terutama di Sana’a, ibukota Yaman yang disebut-sebut tempat menetapnya Kaum Saba. Kalau ingin tahu lebih jelasnya, kisah tentang Kaum Saba terdapat di Perjanjian Lama dan juga dalam Al-Qur’an.

Tahun lalu saya pernah transit di Yaman selama dua hari. Mengitari perbukitan Sana’a yang sejuk dan indah, seperti suasana di Puncak, Bogor, hanya saja di Sana’a lebih berkesan klasik dengan rumah-rumah batu yang tersusun rapi. Di perbukitan, kita juga bisa menikmati berbagai jenis buah-buahan yang tidak ada di Indonesia, seperti Mis-Mis, Kum dan kukh. 

Pusat belanja di kawasan Sana’a Qadimah (kota tua), juga meninggalkan kesan tersendiri. Semua souvenir yang banyak diburu di Yaman dengan mudah bisa kita temukan di daerah tertua di Yaman ini, termasuk madu Yaman yang terkenal nomor wahid dalam hal meningkatkan vitalitas pasutri! He he..

Orang-orang Yaman juga punya keunikan tersendiri. Kaum perempuan di sini sekitas 80 persen bercadar. Kalau laki-lakinya selalu mengenakan kain sarung yang terselip Jambiya di pinggang (senjata khas Yaman berupa pisau yang selalu dibawa kemana saja). Dan yang paling unik, orang-orang Yaman selalu mengunyah semacam daun rempah yang disebut Gad, hingga pipi mereka membengkak seperti orang yang sedang sakit gigi.

Jadi, kalau anda tiba-tiba berada di daerah yang banyak berseliweran laki-laki yang mengenakan kain sarung, berselip pisau besar (Jambiya) di pinggang dan pipi bengkak, berarti anda sedang terdampar di Yaman.

Hari ini, saya terkurung di Hotel Coral, Kota Aden, Yaman, bersama semua penumpang Yemenea Air yang lain. Kami mendarat darurat di Aden karena bandara San’a tiba-tiba ditutup, ada isu kerusuhan. Entah sampai kapan? Tapi, bagi saya, asal bisa jalan-jalan lagi, ya gak papa...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar