Jumat, 30 September 2011

Mesjid di kampungku, menghadap Etiopia..

Peristiwa Istiwa A'dham
Pertengahan Juli yang lalu, Ayah menelpon dari Aceh mengabarkan tentang peristiwa Istiwa A’dham (posisi letak matahari tepat di atas ka’bah). Saat itu, arah matahari ataupun bayangannya merupakan arah kiblat. Peristiwa Istiwa A’dham terjadi dua kali dalam setahun, pertengahan Juli (biasanya tanggal 16) antara pukul 4 hingga 5 sore, dan akhir bulan Mei (biasanya tanggal 28), pada kisaran jam yang sama. Dan mesjid di kampung kami, kata Ayah, melenceng sekitar 30 derajat dari Ka’bah. 

Saya langsung mengecek kebenarannya melalui mesin pencari arah kiblat (Qibla Pointer), dan lewat situs http://www.al-habib.info/qibla-pointer/. Cara penggunaannya cukup mudah, tinggal ketik nama daerah yang dimaksud (Contoh: Banda Aceh). Maka, foto satelit kota Banda Aceh akan terlihat jelas seperti tampilan pada GoogleMap. Lalu, cari mesjid yang dimaksud. Tentunya kita harus menguasai peta lokasi mesjid. Bila sudah ketemu, perbesar gambar mesjid dan klik sekali di atasnya, maka akan muncul garis merah lurus yang menunjukkan arah kiblat.

Lihat garis merah! Jelas menunjukkan Mesjid di kampung kami kurang serong ke kanan sekitar 30 derajat. Antara garis merah dan arah mesjid tidak sejajar.

Benar kata Ayah, Mesjid di kampung kami tidak menghadap Ka’bah. Setelah saya tarik lurus, mesjid kami menghadap wilayah Afrika, antara Etiopia dan Somalia. Dengan demikian, bisa dipastikan rumah-rumah di sekeliling mesjid juga mengarah ke kiblat yang salah, karena berpedoman pada mesjid.

Lihat garis merah! Jelas menunjukkan bahwa Mesjid Besar Lueng Bata dan Mesjid di Komplek PLN yang terletak tidak jauh dari mesjid di kampung kami, sudah benar kiblatnya. Karena, garis merah dan arah mesjid tampak sejajar mengarah ke Ka'bah.

Saat liburan kemarin, masalah kesalahan arah kiblat ini saya bicarakan baik-baik dengan pengurus mesjid juga tetua kampung. Hal ini sempat menjadi pembicaraan hangat, apalagi mesjid kami baru selesai di renovasi. Reaksi yang ada pun beragam, namun kesimpulan terakhir, mereka ingin merujuk kepada beberapa ulama terlebih dahulu (making sure). Semoga tidak berlarut-larut …
Menghadap kiblat (ka’bah) adalah salah satu syarat sahnya shalat. Ada makna persatuan, kebersamaan, keseragaman dan keteraturan ketika umat muslim sedunia menghadap kiblat yang sama. Bisa dibayangkan, akan terjadi perselisihan besar, bahkan dalam satu mesjidpun bisa terjadi perpecahan jika kita menghadap kiblat sesuka hati. Islam telah mengatur sedemikian teraturnya, tugas kita adalah mencari kebenaran dan menimimalisir kesalahan, agar ibadah kita lebih sempurna.

Tabek, -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar