Selasa, 24 Januari 2012

Apa Prioritas Kita?


Dalam kehidupan kita, harus ada prioritas-prioritas yang mesti dijaga. Demikian halnya dalam ranah fiqih. Fenomena yang jelas terlihat di tengah masyarakat saat ini, begitu marak dan megahnya kegiatan-kegiatan yang bersifat hiburan, sedangkan kegiatan keilmuan semakin sedikit. Lihat saja antusiasme masyarakat menghadiri nonton bola bareng atau konser band tertentu, dan bandingkan dengan kegiatan-kegiatan keilmuan seperti pengajian, ceramah atau seminar.

Syeh Yusuf Qardawi memberi batasan prioritas, yaitu dengan menempatkan sesuatu sesuai kedudukannya وضع كل شيء في مرتبته) ( .

Sebagai contoh nyata (waqi’), ada orang kaya yang zakat nya rajin, tetapi shalatnya masih bolong-bolong. Ia merasa sebagai dermawan yang rajin zakat, banyak sedekah ke mesjid, haji berkali-kali. Sehingga ia beranggapan bahwa ia tidak perlu shalat lagi. Atau sebaliknya, ada orang yang shalatnya sangat rajin, tetapi menyisihkan hartanya untuk zakat atau menunaikan haji sangat berat, padahal ia mampu.

Abu Bakar r.a. pernah berkata:
لأقاتلنَّ مَن فرّق بين الصلاة والذكاة  
(Sungguh, saya akan memerangi siapapun yang memisahkan antara kewajiban shalat dan zakat)

Kasus di atas adalah bukti penempatan prioritas yang sangat keliru. Shalat dan zakat,keduanya adalah wajib (asas) yang harus ditunaikan. Tidak ada pilihan ataupun prioritas dalam ibadah yang sama-sama fardhu. Terlebih lagi, bila kita memprioritaskan ibadah yang hukumnya sunnah di atas yang fardhu!

Contoh nyata yang lain, hari ini kita terseret jauh dalam labirin Ghauzul Fikr (perang pemikiran) yang di lemparkan oleh musuh-musuh Islam. Sehingga kita terlalu banyak menghabiskan waktu untuk saling berdebat soal-soal khilafiah dalam agama. Kita terlena dengan ego masing-masing dengan merasa pendapatnya paling benar. Kita stuck pada level debat terbuka ini, sementara mereka (musuh islam) sudah mencapai level produktivitas. Akhirnya, saat mereka berlomba-lomba dalam berkarya, kita juga berlomba-lomba dalam mengkonsumsi karya mereka (hedonisme).

Inilah yang kerap membuat hati geram, seharusnya kita mendahulukan yang Ushuluddin(asas-asas dalam agama) dalam kehidupan kita, jangan malah saling mencaci hanya untuk perkara furu’uddin (cabang dalam agama)! Mana contoh perkara furu’uddin? Shalat tarawih (kenapa terus berdebat tentang bilangannya, toh shalat tarawih ini sunnah (cabang) bukan wajib (asas) hukumnya?!)

Banyak contoh yang lain, hanya saja yang ingin kita gariskan di sini, mari kita ‘naik kelas’, tidak usah lagi banyak berdebat, karena debat hanya menimbulkan perpecahan, mari kita banyak berbuat. Dalam Islam ada landasan Fiqh Prioritas (Fiqh Aulawiyah), kenapa kita tidak mulai menempatkan sesuatu sesuai prioritasnya?

Tabek,-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar