Tampilkan postingan dengan label Sosok SAdah itu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sosok SAdah itu. Tampilkan semua postingan

Minggu, 01 April 2012

Petuah Muslimah



Mudi muslimah sejati, di manapun dia berada
Kemanapun dia pergi, Iman dan Taqwa tetap menyala
Tak terpengaruh, tak berhenti, oleh situasi.

Laksana ikan di lautan
Terus berenang siang dan malam
Di tengah air asin tak peduli
Bahkan dia, asli ikan sejati
Lezat dan nikmat kala dimakan

Inilah tamsilan iman yang teguh
Tak terpengaruh oleh arus globalisasi

(Langsa, 1996, Abu Wahab Hasan)

Sabtu, 10 Maret 2012

Sepotong Besi


FollowTwitSadah@FahrieSadah
 
Teringat waktu almarhum Kakek masih ada, kami memanggilnya Abu. Abu sering menulis tamsilan dan dibacakan buat anak, cucu maupun murid-muridnya. Ya Allah, lapangkanlah kubur beliau, dan tempatkanlah beliau di tempat paling mulia di sisimu, Aamiin Ya Rabbal 'Alamiin ..

Ini salah satu tamsilan yang pernah kakek sertakan dalam surat kakek untukku..

Sepotong Besi
Oleh: Tgk. H. Abd. Wahab Hasan

Aku sepotong besi, dibiarkan tak ada yang peduli
Aku diambil sipande besi, aku dibakar, dibakar merah sekali
Aku dipukul, dipukul dengan palu besi
Aku dipalu, dipalu bertubi-tubi
Aku dibentuk sesuka hati, aku dibikin, dibuat pisau belati
Aku diberi gagang kayu jati
Aku diberi sarung, sarung kulit sapi
Mataku tajam, tajam sekali, dapat memotong semua ini
Aku digunakan di sana-sini, aku disangkut dipinggang lelaki
Aku kini sudah disukai, aku dipakai setiap hari..

***

Catatan: Untuk memperoleh semua ini, sabar derita harus dilalui, tak kan dapat ilmu yang tinggi, sebelum derita kita rasai, baik akhirat dan duniawi.

Untuk ananda, camkanlah tamsilan ini..!
Abu,-



Kamis, 29 Desember 2011

Pesan Nenek Tentang Cinta

Follow Sadah Twitter@IamSadah



Sadah :: Assalamu’alaikum..

Nenek :: Wa’alaikumsalam.. Nyak[1], Gimana kabarmu, baik-baik saja di sana?

Sadah :: Alhamdulillah baik, Nenek sehat?

Nenek :: Ya seperti biasa, masih kuat duduk-duduk di teras. Ujian sudah selesai? kapan pulang?

Sadah :: Do’akan keluar nilai bagus ya, Nek. Baru saja mau nulis tesis, jadi pulangnya sekitar 5 bulan lagi

Nenek :: Jangan lama-lama. Pulang cepat, trus cari jodoh di sini. Atau ada anak Aceh yang satu kuliah sama kamu? Kalau gak ada, nenek cariin juga gak papa. Kamu mau yang gimana?

Sadah :: Gak usah bahas jodoh lah Nek, itu urusan belakangan saja.

Nenek :: Tunggu apa lagi, kerja udah ada, sebentar lagi selesai kuliah S2. Kasian sama anak nanti kalau bapaknya ketuaan! Kalau kamu sudah pensiun, anak masih kecil-kecil nanti kamu juga yang repot!

Sadah :: Iya Nek, tapi..

Nenek :: Yang dulu itu gak usah dipikirin lagi. Memang dia itu cantik, tapi cantik aja tidak cukup!

Sadah :: ..W o r d l e s s..

Nenek :: Nyak, nyari jodoh itu bukan asal-asalan. Pilihan kamu itu nanti akan menemani kamu seumur hidup, yang akan mendidik anak-anak kamu supaya jadi orang benar!

Sadah :: ..W o r d l e s s  lagi.. Inilah resikonya telpon Nenek.. (ngomong dalam hati)

Nenek :: Cantik itu gak bertahan lama, dan harta itu tanggungjawab kamu sebagai suami. Jadi jangan cari yang cantik atau kaya saja!

Nenek lagi :: Kalau cari jodoh, carilah yang mengerti Agama! Karena ilmu agama itu bekal mendidik yang gak akan habis sampai tua. Walaupun sudah setua Nenek, dia masih bisa mendidik cucu-cucunya kelak dengan nasehat-nasehat Agama!

Lagi-lagi Nenek :: Cinta itu bukan kecantikan, karena cintanya bukan hanya buat kamu, tapi cintanya juga untuk anak-cucu-nya. Anak cucu kalian kelak tidak akan peduli apakah ibu atau neneknya cantik atau tidak! Tapi, cinta itu adalah keluasan ilmu dan budi pekerti yang selalu bisa dibagi ke siapa saja dan sampai kapanpun.

Sadah :: Nek, halo..halo.. Suara nenek putus-putus, signalnya jelek nih!

Nenek :: Cantik itu nomer dua, karena kalau sudah cinta.. siapapun pasti cantik! Nyak, kamu masih dengar? Halo.. halo.. Nyak.. Hana sue lee lagoe![2] (Guman nenek di seberang sana)

Sadah :: Ya Allah.. Limpahkan kasih sayang-Mu pada nenek, jagalah kesehatannya.. (Berdo’a dalam hati)

Nenek :: Ooo, hana lee lagoe..! Kabeh pulsa kadang, Kakeh lah beh. Nyan bek tinggai sembahyang, bek beu’e pajoh bu. Ka, Assalamu’alaikum..[3]

Tut tut tut..(sambungan telpon terputus)

Sadah : Wa’alaikumsalam.. (sambil menyeka sebutir air matanya yang nyembul tiba-tiba..)


Khartoum, 28 Des 2011
Musytaqin syadiid


[1] Panggilan sayang di Aceh, untuk anak atau cucu
[2] Sayang, suaranya gak kedengaran lagi!
[3] Oh, gak ada suara lagi kok! Habis pulsa kadang, ya sudah lah. Tuh jangan tinggal sembahyang, jangan malas makan! Assalamu’alaikum..

Kamis, 22 Desember 2011

Ibumu, ibumu, ibumu Kemudian Ayahmu


Follow Sadah Twitter@IamSadah


Aku tersedan, tapi kenapa seisi kamar tertawa?
Hanya ia yang masih begitu gugup..
Tangannya begitu luas dan hangat, ada desiran saat kuhinggap di sana
Seruas senyum berhias bibirnya, “Jarinya lengkap!"
Tak peduli apa yang lengkap!
Yang nyata, ia begitu cantik..
Malaikatkah?

Sejak itu, ia selalu tersenyum
Bahkan saat teman berkumis-nya marah-marah
“Selalu beol dan nangis tengah malam!
Ia tetap tersenyum, “Itu karena anak kita normal..”

Tak peduli teman berkumisnya itu!
Hanya ia yang aku tahu
Tak pernah membiarkanku kedinginan
Bersenandung menjelang aku tidur
Mengerti saat aku haus atau bosan
Malaikatkah?

Ya! Ia memang malaikat, aku tahu itu saat aku mulai bisa merayap
Panggilannya, ‘Ma..ma..!’ 


***
Selamat Hari Ibu.. ^^

Dalam sebuah Hadits ;

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, beliaa berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)

Rabu, 21 Desember 2011

Talaqqi (Sistem Mengajar Berbasis Keikhlasan)

Follow Sadah twitter@ https://twitter.com/#!/IamSadah

Dulu waktu di Jakarta, lingkungan gak pernah ngajak aku untuk Liqo (Belajar agama), halaqah, pengajian atau apalah namanya. Padahal banyak wadah-wadah pengajian di Jakarta, tapi ya.. hehe.. bioskop dan kongkow-kongkow di TIM lebih menarik hati waktu itu.

Padahal, jiwa butuh keseimbangan Gan. Waktu lagi hang up memang serasa umur kita masih 1000 tahun lagi, tapi begitu semua itu selesai..kok rasanya kering. Makanya, jama’ah nya AA Gim atau Arifin Ilham banyak yang tersedu-sedu, kering jiwa! Butuh siraman air mata..dah.

Di sini terbalik, lingkungan justru lebih sering ngajak aku Talaqqi (belajar agama sama Ulamanya langsung). Awalnya, niat aku cuma pingin tau aja dan emang butuh siraman rohani juga sih .. :-). Tapi, saat pertama bertemu Syekh, aku langsung cinta sama keteduhan wajahnya, ke ikhlasan lakunya, dan kasih sayangnya pada-ku. Eeiiiits! Hang up tetep bro..! Tetap perlu sesekali untuk Keseimbangan.. (hehe). Cuma, sekarang lebih tahu batas-batasnya..

Oh ya, sob.. bicara tentang Talaqqi, berarti bicara tentang model pembelajaran yang murni didasari keikhlasan penuh pada dunia pendidikan. Talaqqi adalah model pembelajaran pertama yang dicontohkan Rasulullah bersama Para Sahabat Beliau.
Hebatnya Gan, instansi non formal ini selalu memotivasi siapa saja untuk bergabung tanpa perlu uang pendaftaran. Bahkan, untuk mahasiswa.. ada perlakuan istimewa! Di kampus, tersedia bus gratis (tarhil) yang standby kapan saja untuk antar jemput mahasiswa Talaqqi. Dan hebatnya lagi, buku pegangan (Kitab Muqarrar) untuk belajar dibagikan ke semua peserta, dan lagi-lagi.. gratis! 

Dr. Yusuf Qardhawi
Bayangkan, bro! Kita tatap muka langsung dengan ulama Kaliber dunia, menimba ilmu langsung dari mereka, dan kita cuma pasang badan dan hati aja, kagak pake modal duit! Kalau di Sudan, ada Syekh Dr. Amin Ismail. Di Mesir ada Prof. Dr. Ali Jum’ah. Di Suria ada Prof  Dr. Ramadhan Buthi. Di Saudi ada Syekh Prof Dr. Wahbah Zuhaili. Di Qatar ada Dr. Yusuf Qardhawi, dan masih banyak lagi. Siapa yang tidak kenal Prof-Prof di atas, kitab karangan mereka sudah tersebar ke seluruh penjuru dunia. Liat aja di Gramed atau Gunung Agung, Bro! Buku Prof Dr. Ramadhan Buthi, Dr. Yusuf Qardhawi, Prof Ali Jum’ah dan yang lainnya sudah berserak terjemahan Bahasa Indonesianya! Bahkan Kitab Fiqih Sunnah Wa Adillatuhu, karya Prof Dr. Wahbah Zuhaili sampai sekitar 8 jilid, sudah jadi rujukan Fiqh Modern di Indonesia.

Dari mana semua dana operasional Talaqqi? Taukah bro… Semua dana murni dari kantong para ulama itu! Itulah sumbangsih mereka untuk pendidikan agama. Mereka yang mengajar, dan mereka pula yang mengeluarkan seluruh dana demi kelancaran Talaqqi seperti Kitab Muqarrar (buku pegangan) dan Tarhil (Transport pulang-pergi). Sungguh bukan proyek menarik untung materi, namun proyek besar (sedekah jariah) meraup untung pahala sebagai bekal akhirat. Mereka tidak hidup dari dakwah, tapi justru menghidupi dakwah.
Prof Dr. Ali Jum'ah

Lantas, peghasilan mereka dari mana? Itu toh pertanyaannya, ya kan?! Hehe

Para Ulama di atas kaya raya, tapi tidak rakus dan tidak sombong, sob! Rata-rata mereka punya penerbit sendiri untuk buku-buku mereka. Belum lagi hasil penjualan buku dan kaset ceramah mereka. Mereka sangat produktif, ditambah usaha-usaha mereka di bidang yang lain. Mereka ulama sekaligus pengusaha sukses, sob! Klop, dunia akhirat! Tapi, salute.. selalu ada waktu dan konsisten sekali atau dua kali seminggu untuk mengadakan Talaqqi, untuk memenuhi kerinduan ummat akan sosok ulama para pewaris nabi, menyalami dan mengelus kepala para remaja agar tidak tersesat. Memenuhi kebutuhan masyarakat yang sangat haus belaian agama.. 

Semoga Prof-Prof kita di Indonesia mau mencontoh keikhlasan mereka membagi ilmu..

Barakallahu Lakum, semoga kasih sayang Allah selalu melingkupi hari-hari-mu wahai ulama dan guru-guru-ku … Aaamiiiiiin ^^

Kamis, 17 November 2011

7 Hari Menjelang Wafat Nabi Muhammad Saw [1]


 Minggu, 4 Rabi’ul Awwal 11 H (Seminggu sebelum wafat)

Nabi Muhammad Saw. baru saja kembali dari ziarah maqam para shahabat (baqi’), ketika Malaikat Jibril menemui Beliau dan mengajukan dua pilihan. Apakah Rasulullah menginginkan dunia dan segala isinya, atau bertemu Allah Swt? Dan Rasulullah Saw memilih opsi kedua. 

Setibanya di rumah, Aisyah ra. menyambut Rasulullah seraya berkata; “Wahai Rasul, kepalaku pusing”. Rasulullah-pun tersenyum, “Demi Allah wahai istriku, kepalaku juga pusing sekali”. Lalu Rasulullah bertanya kepada Aisyah sambil bersendagurau, “Apa yang menjadi beban pikiranmu, bila engkau meninggal duluan sebelum aku?”

Sambil bersenda mesra Aisyah menjawab, “Demi Allah, jika demikian wahai Muhammad, Engkau tinggal menjumpai istri-istrimu yang lain”. Rasulullah tersenyum mendengar jawaban Aisyah, dan Beliau tidur pada malam itu dalam keadaan sakit. Inilah permulaan sakit Rasulullah yang menyebabkan wafatnya beliau.

Rabu, 7 Rabi’ul Awwal 11 H (Lima hari sebelum wafat)

Seperti biasa Nabi Muhammad Saw. mengunjungi istri-istrinya secara adil. Dan setibanya di rumah Maimunah ra, sakit Beliau tiba-tiba bertambah parah. Lalu Rasulullah memanggil istri-istrinya untuk berkumpul, lalu meminta izin agar bisa dirawat di rumah Aisyah ra. Keadaan Rasulullah semakin parah, beliau terpaksa dipapah oleh  Fadhil bin ‘Abbas dan Ali bin Abi Thalib menuju ke rumah Aisyah, sedang kedua kaki Beliau sudah tidak bisa menapak tanah.

Kamis, 8 Rabi’ul Awwal 11 H (Empat hari sebelum wafat)

Rasulullah meminta dibawakan untuknya tujuh bejana berisi air dari tujuh sumur yang berbeda. Dalam posisi duduk, Rasulullah dimandikan dengan air tersebut. Karena merasa pusingnya agak berkurang, Rasulullah keluar dan berkhutbah di hadapan ummatnya. Dan pada hari itu juga, Rasulullah masih sempat shalat magrib berjamaah bersama para shahabat.

Itu merupakan khutbah terakhir Rasulullah, dan shalat terakhir beliau bersama para sahabat dan pengikutnya.   

Minggu, 11 Rabi’ul Awwal 11 H (Satu hari menjelang wafat)

Nabi Muhammad Saw. membebaskan semua hamba sahayanya, dan menghibahkan seluruh peralatan perangnya kepada kaum muslimin. Tidak ada yang tersisa dari harta Beliau kecuali disedekahkan semuanya. 

Senin pagi, 12 Rabi’ul Awwal 11 H (Hari wafatnya Rasulullah)

Ketika kaum muslimin sedang menunaikan sholat shubuh berjama’ah, dan Abu Bakar r.a bertindak sebagai imam. Rasulullah membuka pintu rumahnya yang bersebelahan dengan jama’ah shalat. Rasulullah tersenyum menyaksikan para shahabatnya mendirikan shalat. Beliau teringat perjuangan menyebarkan Islam yang telah beliau tempuh bersama para shahabatnya itu selama 23 tahun. 

Abu Bakar dan sebahagian jamaah sadar kalau Rasulullah sedang memperhatikan mereka di depan pintu rumahnya. Nyaris saja Abu Bakar melangkah mundur sebagai isyarat agar Rasulullah mengimami mereka, namun Rasulullah berkata, “Lanjutkan shalat kalian..” Rasulullah tersenyum dan menutup kembali pintu rumahnya.

Itu adalah kali terakhir para shahabat melihat Rasulullah sebelum beliau wafat. Dan juga kali terakhir Rasulullah melihat para shahabat, dan saat itu mereka dalam keadaan sedang shalat.

Senin, waktu dhuha, 12 Rabi’ul Awwal 11 H (Hari wafatnya Rasulullah)

Fathimah ra., putri Rasulullah Saw mendatangi beliau, dan duduk di sebelah kanan Rasulullah. “Selamat datang wahai putriku” Sapa Rasulullah. Lalu beliau membisikkan sesuatu kepada Fathimah, seketika Fatimah menangis. Rasulullah membisikkan untuk kedua kalinya, dan seketika itu pula Fatimah tertawa.  

 “Apa yang dikatakan Rasulullah Saw kepadamu?” Tanya Aisyah ra.

“Pertama, Rasulullah membisikkan kepadaku; ‘Bahwa Malaikat Jibril biasanya menemuinya sekali dalam setahun untuk membacakan ayat-ayat Al-Qur’an. Namun, tahun ini Jibril dua kali menemuinya. Ini mungkin pertanda ajalnya sudah dekat’. Makanya aku menangis”. Jawab Fatimah Ra.

Lalu Fatimah melanjutkan, “Yang kedua, Rasulullah menanyakan, ‘Apa kamu bersedia menjadi yang pertama dari keluargaku yang akan melanjutkan perjuanganku? Atau bersediakah engkau menjadi ‘Ibu bagi orang-orang yang beriman(ummahatulmukminin)?’ Dan aku tertawa haru mendengar pertanyaan itu”, tuntas Fatimah ra.

Ini adalah dialog terakhir antara Rasulullah dengan putri tercintanya Fatimah Ra.

Senin, detik-detik wafatnya Rasulullah, 12 Rabi’ul Awwal 11 H

Di detik-detik terakhir, datang Abdurrahman bin Abubakar (Abang dari Aisyah ra) dan ia membawa siwak (kayu yang biasa digunakan untuk membersihkan gigi). Aisyah melihat Rasulullah memperhatikan siwak tersebut, dan lewat isyarat istrinya tahu Beliau seperti ingin bersiwak saat itu. Lalu Rasulullah duduk bersandar pada Abdurrahman. Aisyah ra. langsung tanggap dan meminta siwak dari Abdurrahman agar Rasulullah bisa bersiwak, dan bersiwak adalah pekerjaan Rasulullah yang terakhir sebelum menemui ajal.

Setelah selesai bersiwak, Rasulullah memandang ke atas, dan bibir beliau berkomat-kamit pelan hingga Aisyah ra mendekatkan wajahnya dan mendengar Rasulullah berdo’a; 

مع الذين أنعمت عليهم من النبيين والصديقين والشهداء والصالحين، أللهم اغفرلي وارحمني والحقني بالرفيق الأعلى.. أللهم الرفيق الأعلى.. أللهم الرفيق الأعلى.. أللهم الرفيق الأعلى..
Artinya:
Sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri nikmat dari golongan para Nabi, orang-orang yang jujur, para syuhada dan para shalihin. Wahai Allah, ampunilah dosaku, sayangilah aku, dan pertemukan aku dengan-Mu (Kekasihku Yang Maha Tinggi). Wahai Allah, Kekasihku Yang Maha Tinggi.. Wahai Allah, Kekasihku Yang Maha Tinggi.. Wahai Allah, Kekasihku Yang Maha Tinggi..[2]
 
Setelah membaca kalimat di atas, Nabi Muhammad Rasulullah membasuh wajahnya dengan air yang tersedia di sisi beliau, dan kembali melafadhkan ;

إن للموت لسكرات.. أللهم الرفيق الأعلى.. أللهم الرفيق الأعلى.. أللهم الرفيق الأعلى..
Artinya:
“Sesungguhnya kematian itu akan menghadapi ‘sakaratulmaut’, Wahai Allah, Kekasihku Yang Maha Tinggi.. Wahai Allah, Kekasihku Yang Maha Tinggi.. Wahai Allah, Kekasihku Yang Maha Tinggi..”

Lalu Rasulullah-pun menghembuskan nafas terakhirnya.. setelah menyampaikan pesan terakhir Beliau kepada ummatnya; 


الصلاة.. الصلاة.. الصلاة.. وما ملكت أيمانكم

(Dirikanlah shalat, shalat, shalat! Dan bebaskan budak-budakmu..!)


***
Anas bin Malik mengisahkan, “Tiada hari yang paling indah dan cerah selain hari kedatangan Nabi Muhammad Saw. ke Madinah. Dan tiada hari yang lebih mendung dan muram daripada hari ketika Rasulullah Saw. wafat di Madinah”.


[1] Disadur dari Reality Show ‘Khawatir Syabab’, tayang di TV Saudiarabia.
[2] Lihat : Hadits Shahih Bukhari, Kitab 60. Doa, Bab 3368 Doa Nabi SAW, Nomor 5872.