Sudah lama saya penasaran, sejak pertama kali mendengar suara itu dari asrama putri, “Lululululu lililililiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii...!” Saat itu baru selesai ujian semester.
Selang beberapa bulan, suara itu terdengar kembali dari asrama yang dihuni mahasiswi-mahasiswi asal timur tengah itu. Malah kali ini lebih bervariasi, Eyyayayayaya... Yeeyyeyeyeye... lililililiiiiiii.. eeeuuuyy... heiiiiiyiiiiiiii... lululuuuuuliiiyyy! Rupanya, ada yang baru saja menikah. Hehe..
Penasaran? Silakan dengar sendiri siulan 'zaghrutah' dalam cuplikan film Arabian Nights berikut ini:
Sejak saat itu, saya sudah terbiasa dengan suara itu. Bahkan seorang teman, -setelah sedikit dipaksa- pernah mempraktekkan nya live di depan saya, hehe. Kesimpulannya, perempuan timur-tengah selalu mengekspresikan rasa senang dan syukur mereka dengan suara khas itu.
Oh ya, sebelum kalian salah sangka (ntar dikirain saya suka maen ke asrama putri lagi !) Kampus tempat saya kuliah memang menyediakan fasilitas asrama bagi mahasiswa asing. Kebetulan saya tinggal di asrama putra yang tidak begitu jauh dengan asrama putri. Dan suara itu, jelas-jelas bukan bersumber dari di asrama putra.
Selidik punya selidik, suara itu bernama ‘zaghrutah’ atau sering juga disebut dengan ‘zaghadir’. Dan suara itu sudah merupakan hak paten kaum hawa. Jadi, pamali kalau kata orang tua, bila laki-laki meniru suara zaghrutah ini.
Setelah saya intip sedikit di literature arab yang ada. Zahgrutah ternyata bermakna puji-pujian. Sudah menjadi tabiat dan kebiasaan bangsa arab, mereka senang mengucapkan pujian, pertanyan, atau ungkapan secara berulang-ulang. Baik ketika berdo’a (kepada Allah swt), maupun kepada sesama manusia. Boleh jadi, ini salah satu bentuk pengaruh Al-Qur’an dalam cara berbahasa bangsa arab. Contoh yang paling jelas adalah, pengulangan ayat (Fabiayyi alaa i rabbikumaa tukazziban..) pada surah Ar Rahman.
Hingga dalam pergaulan sehari-haripun, bangsa arab senang mengulang-ngulang kata. Seperti kalimat ; ‘Alfu alfu alfu alfu syukrin’ (beribu-ribu terimakasih).
Demikian pula ketika mengucapkan selamat kepada seseorang,
‘Mabruk mabruk mabruk mabruk mabruuuuuk’ (selamat.. selamat..selamat..).
Saya sendiri sering merasa bosan dengan ‘basa-basi’ orang Sudan. Bila berpapasan dengan mereka, dialog berikut ini sudah pasti terjadi :
Orang Sudan : Keif, tamam? (Gimana kabarnya, baik?)
Kita : Tamam.. (Baik)
Orang Sudan : Keif Umruk? (Gimana urusan-urusanmu hari ini?)
Kita : Tamam.. (Baik)
Orang Sudan : Keif Shihhatuk? (Gimana kesehatanmu?)
Kita : Tamam.. (Baik)
Orang sudan : Keif liddirasah? (Gimana kuliahmu?)
Kita : Tamam.. (baik)
Orang Sudan : Keif Ahluk? (Gimana keluargamu?)
Kita : Tamam.. (baik)
Demikian seterusnya, dan tidak akan berhenti sebelum kita alihkan pembicaraan. Atau kita tutup dengan jawaban, ‘Kullu tamaaaaaaaaam, wallahi!’ (Demi Tuhan, Semuanya baik!)
Kebiasaan bangsa arab yang suka mengulang-ngulang kata inilah yang menjadi asal mula munculnya zaghrutah. Dengan kata lain, zahgrutah adalah simbol sebuah kebiasaan atau adat-istiadat. Setiap irama zahgrutah yang disuarakan, adalah perwakilan dari ribuan atau jutaan kata dan perasaan bahagia yang ingin mereka ungkapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar