Tidak terasa cukup lama juga ternak-ternak itu terlepas, hidup liar di alam bebas. Bahkan mungkin, sebagian dari mereka telah mati ditelan waktu, atau dicuri peternak lain. Sangat sulit bangkit dari tidur selepas shubuh dan mengejar ternak-ternak itu, lalu mengurungnya kembali di kandang. Dan paling tidak, butuh waktu untuk itu. Sementara, ternak-ternak itu beranak-pinak di tangan orang lain. Ataupun berakhir tragis jadi barbeque panggang. Apatah bedanya? Kita tetap tidak memperoleh apapun selain kekeringan.
Ternak yang dimaksud disini bukanlah kambing, sapi, ayam atau binatang apapun yang biasa diternak. Namun, ternak yang kita ternak selama ini adalah ‘ide’. Ya, ide yang menjadi nafas dalam setiap tulisan kita. Penulis dan peternak adalah dua dimensi berbeda, namun pada hakikatnya sama. Sama-sama menghasilkan sesuatu yang bagi kita dan orang lain. Lihatlah, setelah begitu lama kita membiarkan ide itu melenggang begitu saja, tanpa usaha untuk mengikatnya dalam bentuk tulisan. Sangat sulit untuk memulainya kembali. Saat itu pula, kita melangkah mundur beberapa tangga. Bahkan, banyak penulis yang harus memulai kembali dari tangga pertama.
Mari bangkit! Saya, kamu dan kita semua. Dengan produktivitas tinggi, bukan tidak mungkin, suatu saat ide-ide yang kita ternak itu menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Dengan konsistensi besar, kita akan terus belajar hingga pada akhirnya, produktifitas tinggi akan dibarengi oleh kualitas cap jempol. Tidak ada yang sia-sia dari menulis! Bukankah mutiara nan indah itu berasal dari endapan remeh temeh butir pasir laut yang diproduksi oleh sang kerang??
(Sebuah lecutan untuk diri sendiri...dan semua peternak ‘ide’)
Tabek!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar