Sabtu, 02 April 2011

Dua Keping Asa

Follow Sadah Twitter@FahrieSadah

Sosok itu berlari melewati gang demi gang. Lehernya turun naik, mengkilat berlumuran keringat dan debu. Tangan kurusnya memegang sebuah bungkusan plastik. 

Hidup keras sudah menemaninya sejak ia lahir. Dikin sama sekali tidak tahu bagaimana sosok orangtuanya. Satu hal yang Dikin yakini, untuk tetap terus hidup ia harus makan, setidaknya dua hari sekali.

Mengamen adalah sebuah pilihan, paling tidak dengan mengamen ia bisa memperoleh teman seperti Dodo. Meski lebih gempal, Dodo tidak bernasib lebih baik. Dodo kabur dari rumah karena tidak tahan atas siksaan ayah tirinya.

Dikin berhenti di tepi jembatan. Ada Dodo yang sedang terbaring lemah di sana, sudah dua hari ini ia sakit. Dengan susah payah Dodo berusaha duduk. Dikin duduk di sebelahnya sambil membuka bungkusan nasi untuk makan siang mereka. Kaki-kaki mungil mereka berayun-ayun ke bawah. Sesekali kaki-kaki itu tertaut, ada senyum di wajah keduanya. Ternyata masih ada sahabat, yang menggenapi sekeping asa, demi menggapai hidup lebih indah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar