Jumat, 24 Desember 2010

Perburuan Burung di Pulau Umdum

Hari ini para snipers sudah mempersiapkan segala hal untuk beraksi di Pulau Umdum. Mulai dari persiapan fisik, karena medan yang dilalui lumayan sulit. Jangan harap ada warteg di sana, jadi bekal untuk dimasak juga harus dibawa. Terutama air untuk bersuci, minum dan memasak. Satu lagi yang terpenting adalah senjata, lengkap dengan peluru sebanyak-banyaknya. 

Jarak dari Kota Khartoum menuju Pulau Umdum hanya sekitar 40 Km. Kira-kira hanya butuh 30 menit menggunakan mobil. Pulau tak berpenghuni ini terletak di seberang sungai nil. Tidak banyak yang berburu burung disini. Mungkin, hanya kolompok-kelompok kecil mahasiswa asal asia yang suka tantangan yang datang ke pulau ini. Menjalang ashar kami beranjak. Kalau pagi-pagi juga percuma, karena perburuan akan di mulai malam hari.
 
Sebelum sampai ke sungai nil yang berhadapan langsung ke pulau umdum, kita mau gak mau harus melewati sebuah perkampungan kumuh bernama ‘seyif’. Rumah-rumah kecil dari tanah liat berdiri kokoh mengelilingi sebuah pekuburan luas. Tidak ada nisan bertuliskan nama. Setiap kuburan hanya diberi tanda sebatang kayu. Entah bagaimana mereka membedakan kuburan keluarganya dengan kuburan yang lain?.. satu-satunya bangunan yang megah adalah sebuah mesjid yang terletak di sebelah pekuburan. Kami shalat ashar dan mengisi galon-galon besar dengan air untuk persiapan di Pulau Umdum.



Meskipun terbelakang, masyarakat yang rata-rata berprofesi pengembala domba ini cukup ramah pada warga asing. Saat melihat kami, sapaan  datang bertubi-tubi. “Nihauma..Nihauma...!” Ya wajarlah, mereka lebih mengenal Cina daripada Indonesia. Sambil menunggu perahu sewaan ke Pulau Umdum, kami tertarik melihat permainan tradisional anak-anak bernama ‘Hubla-hubla’. Bola tali yang diikatkan pada sebuah tiang. Permainan ini dimainkan oleh dua orang yang saling memukul bola ke arah lawan. Yang pululannya meleset dialah yang kalah. Hehe.. simple bukan? 
Hubla-hubla
 
Menyeberang sungai nil menggunakan perahu ala kadarnya bukanlah hal yang menyenangkan. Minimal harus bisa berenang untuk jaga-jaga. Meskipun tidak begitu dalam, arus bawah sungai ini cukup kuat untuk menghanyutkan seekor kerbau. 

Penyebrangan hanya memakan waktu berkisar 20 menit. Sampai di Pulau Umdum, sepasang lovebird merah langsung menyapa. Melihat burung-burung cantik ini, para snipers semakin bersemangat. Kami masuk lebih dalam melewati rerumputan setinggi dada, beberapa hummingbird sang penghisap madu langsung menjauh begitu melihat kami. Rintangan terbesar adalah pohon duri yang tumbuh dimana-mana. Tingginya bisa mencapai dua hingga 3 meter. Wajib hukumnya mengenakan pakayan tebal bila ke umdum. Jika tidak, kaki bisa tertusuk dan badan tergores dimana-mana. Karena itulah masyarakat sudan menamai pulau ini dengan pulau duri (umdum). Namun penampakan berbagai species burung, mulai yang cantik hingga yang aneh seakan sepadan dengan aral yang dihadapi.

Misi pertama adalah menemukan tempat berkemah yang strategis. Tempat yang lapang, dekat dengan sungai, banyak ranting kering untuk kayu bakar dan tentunya indah kalau di foto. Seperti tempat yang kami temukan. Waktu menjelang magrib masih lama. Sebagian langsung nyebur ke sungai nil untuk mandi. Meski tidak sejernih air sungai nil di Mesir, yang namanya sungai tetap aja menggoda naluri berenang. Sambil berenang kita juga menjala ikan, lumayanlah buat nambah lauk makan malam.

Hari sudah mulai gelap. Mudah-mudahan bulan tidak terlalu terang malam ini, agar burung-burung itu bisa tidur nyenyak. Sekarang tinggal persiapan untuk berburu selepas isya.. Senjata, selongsongan peluru, pisau untuk menyembelih, senter dan pakaian berburu. Perburuan dibagi dalam beberapa tim. Tiap tim terdiri dari tiga orang dengan tugas yang berbeda. Seorang eksekutor, pemegang senter, dan seorang yang siaga untuk menyembelih setiap burung yang didapat secepatnya.. (Bersambung...)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar