Rabu, 30 September 2009

Indonesia tak Indahkan Pancasila



Jika dasar negara sudah tersusun dengan baik dan negara yang bersangkutan berpedoman teguh padanya, maka dapat dipastikan negara tersebut tak akan mengalami kesulitan yang berarti dalam mewujudkan tujuan negara, mensejahterakan rakyat serta terdepan di percaturan dunia.

Pancasila yang diakui oleh Indonesia sebagai dasar negaranya , ternyata tidak sepenuhnya di-"indah"-kan. Pancasila hanya dijadikan formalitas belaka tanpa menjunjungnya dengan sepenuh hati. Hanya sebagai lambang yang dipajang di ruang sidang, sekolah-sekolah atau lembaga-lembaga negara lainnya.

Ketuhanan Yang Maha Esa, yang jelas bahwa berarti Indonesia berpandangan satu Tuhan yang berhak disembah. Karena Esa berarti satu, maka seharusnya tak berlaku multi Tuhan di Indonesia.

Perlakuan yang tak adil terhadap para pelaku tindak pidana juga merupakan bentuk penghinaan terhadap pancasila yaitu sila kedua. Secara logika, apakah adil orang yang mencuri ayam untuk memenuhi kebutuhan sandang dan pangan dijerat kurungan 5-10 tahun penjara, sedangakan para koruptor yang merampok uang rakyat hingga milyaran hanya diundang mampir selama 2 tahunan untuk menikmati layanan mewah di jeruji besi.

Persatuan Indonesia, sila ketiga yang seharusnya bisa membawa kita kedalam persatuan dan kesatuan bangsa yang kokoh, ternyata tidak membuahkan hasil, pemberontakan utnuk memerdekakan diri kerap terjadi, multi partai yang diterapkan di Indonesia hanya membuat sikap primordialisme yang berlebihan dan akhirnya saling menjatuhkan. Sehingga NKRI akan semakin jauh dari persatuan.

Pemilu yang diadakan dengan tujuan agar "dianggap" sebagai negara demokrasi berdasarkan ideologi kerakyatan, bertolak belakang dengan Pancasila sila keempat yang meyatakan bahwa "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan". Ini berarti rakyat Indonesia berada dalam naungan permerintahan, segala keputusan baik itu pemutusan presiden, undang-undang, dewan perwakilan dan segala kebijaksanaan lainnya hendaklah ditentukan dengan permusyawaratan. Dalam hal ini lembaga yang berwenang adalah MPR dan DPR sebagai wakil-wakil rakyat.

Bagaimanapun segala sesuatu hasilnya akan terasa lebih baik jika ditentukan dengan musyawarah daripada mengandalkan aspek kuantitas. Karena dengan musyawarah kita dapat mengevaluasi sisi negativ dan mempertahankan sisi positif sehingga akan ditemukan hasil yang jauh lebih baik. Pandangan mayoritas rakyat terhadap pilihannya, belum tentu menjamin tingginya kualitas.

Kesejahteraan rakyat tak terpenuhi, kurangnya pemerataan pelayanan publik merupakan hasil tidak diberlakukannya musyawarah secara efisien. Dengan begitu, satu lagi melengkapi ketidak sesuaian praktik di negeri ini terhadap dasar negaranya sendiri yaitu Pancasila. karena dalam Pencasila sila kelima, menuntut akan keadilan sosial yang harus disama ratkan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Hari kesaktian Pancasila jangan hanya dijadikan sebagai ajang event rutin Nasional, berubah mulai sekarang, lakukan mulai dari diri sendiri, dari yang terkecil. We Can to Change. Bangkit Indonesia. Junjung tinggi Pancasila.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar