Tampilkan postingan dengan label kebaikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kebaikan. Tampilkan semua postingan

Senin, 06 Mei 2013

Segelas Susu

Seorang anak lelaki miskis yang kelaparan dan tidak memiliki uang. Dia nekad mengetuk pintu sebuah rumah untuk meminta makanan. Namun keberaniannya lenyap saat pintu dibuka oleh seorang gadis muda.

"Bolehkah saya meminta segelas air?" pinta anak lelaki itu. Dia urung meminta makanan.

Tapi sang gadis tahu bahwa anak ini pasti lapar. Maka, ia membawa segelas besar susu.

"Berapa harga segelas susu ini?" tanya anak lelaki itu.

"Ibu mengajarkan kepada saya untuk jangan meminta bayaran atas perbuatan baik kami," jawab si gadis.

“Aku berterima kasih dari hati yang paling dalam," balas anak lelaki itu setelah menghabiskan susu tersebut.

Belasan tahun berlalu. Gadis itu tumbuh menjadi wanita dewasa. Suatu hari dia di-diagnosa mempunyai penyakit kronis. Dokter di kota kecilnya angkat tangan.

Gadis malang itu pun dibawa ke kota besar di mana terdapat dokter spesialis. Dokter terkenal di rumah sakit itu dipanggil untuk memeriksanya. Saat mendengar nama kota asal wanita itu terbersit pancaran aneh di mata sang dokter. Bergegas ia turun dari kantornya menuju kamar wanita tersebut. Seketika dia mengenali wanita itu.





Setelah melalui perjuangan panjang akhirnya wanita itu berhasil disembuhkan. Menjelang kepulangannya, wanita itu pun menerima amplop berisi tagihan rumah sakit. Wajahnya pucat ketakutan karena dia yakin tidak akan mampu membayar. Meski dicicil seumur hidup sekalipun.

Tangannya gemetar ia membuka amplop itu. Di pojok atas tagihan itu dia menemukan sebuah catatan:
“TELAH DIBAYAR LUNAS DENGAN SEGELAS SUSU.” ditandatangani oleh anak lelaki miskin tersebut.

Jangan ragu berbuat baik dan jangan mengharap balasan. Pada akhirnya buah kebaikan akan selalu mengikuti kita. We will harvest what we plant.

(Cerita ini disadur dari buku pengalaman Dr. Howard Kelly dalam perjalanannya melalui Northern Pennsylvania, AS)


Selasa, 16 April 2013

Sepenggal Kisah Supir Angkot

Pagi itu udara sangat cerah. Jalanan ramai, banyak orang hilir mudik, para pekerja kantoran dan pabrik tampak terburu-buru berangkat. Setiap angkutan umum yang melintas terlihat penuh, dengan kecepatan tinggi mengejar penumpang dan waktu.

Tak lama sebuah pemandangan menarik tampak di tepi jalan ujung sebuah gang. Seorang ibu-ibu dengan tiga anaknya berusaha menghentikan angkot yang lalu lalang. Tetapi setiap kali angkot berhenti, tak lama kemudian angkot tersebut berjalan kembali dan meninggalkan ibu dan ketiga anaknya tanpa menaiki angkot tersebut. Beberapa kali kejadian tersebut berulang.

Tidak begitu lama dari ujung jalan terlihat angkot dengan kecepatan sedang, tidak begitu penuh, dengan pengemudi seorang anak muda yang cukup bersih. Dengan sedikit ragu-ragu ibu tersebut menghentikan angkot tersebut dan terjadilah dialog singkat,

“Dik, lewat terminal ya?” tanya Ibu.

“Iya bu.” Jawab supir angkot tersebut.

Yang aneh, si ibu tidak segera naik tetapi malah berkata, “Tapi saya dan ketiga anak saya tidak punya ongkos.”

Sambil tersenyum, supir itu menjawab, “Nggak apa-apa Bu, naik saja”.

Si Ibu tampak ragu-ragu, dan supir-pun mengulangi perkataannya, “Ayo bu, naik saja, nggak apa-apa”.

Ketika sampai di terminal, empat orang penumpang gratisan ini turun. Si ibu mengucapkan terima kasih berulang-ulang kepada supir atas kebaikannya naik angkot tanpa membayar.





Setelah ibu tersebut turun, seorang penumpang pria turun juga lalu membayar dengan uang Rp.50 ribu. Ketika supir hendak memberikan kembalian ongkos, pria itu berkata bahwa uang itu untuk ongkos dirinya serta empat penumpang gratisan tadi. “Terus jadi orang baik ya, Dik” kata pria tersebut kepada sopir angkot tersebut...

Pagi itu menjadi semakin cerah dengan kebaikan-kebaikan yang baru saja terjadi. Seorang ibu miskin yang jujur, seorang supir yang baik hati di tengah jam sibuk dan jalanan yang ramai ia merelakan empat kursi penumpangnya untuk ibu dan ketiga anaknya dan seorang penumpang yang budiman. Mereka saling mendukung untuk sebuah kebaikan, tanpa sedikitpun mengeluh dan mengharap balas jasa.

Andai separuh saja bangsa kita bisa seperti ini, maka dunia akan takluk. Teruslah berbuat baik, sekecil apapun itu, tentu akan sangat berarti bagi orang lain.

Selasa, 02 Oktober 2012

Menguji Sebuah Kabar Berita


Suatu hari, Socrates, seorang filsuf besar dunia bertemu dengan kenalannya dan berkata, "Apakah Anda tahu apa yang baru saya dengar tentang teman Anda?"

"Tunggu sebentar," jawab Socrates. "Sebelum menceritakan apapun tentang teman saya, saya ingin Anda lulus tes kecil. Ini disebut Test Triple Filter."

"Triple filter?"

"Ya," lanjut Socrates. "Sebelum Anda berbicara kepada saya tentang teman saya, ada baiknya saya menyaring apa yang akan Anda katakan. Itulah sebabnya saya menyebutnya tes tiga saringan. Filter pertama adalah Kebenaran. Apakah Anda sudah benar-benar yakin bahwa apa yang Anda katakan kepada saya adalah berita benar? "

"Tidak," kata pria itu, "Sebenarnya saya hanya mendengar tentang hal itu dan ..."

"OK, baiklah," kata Socrates. "Jadi Anda tidak benar-benar tahu apakah itu benar atau tidak. Sekarang mari kita coba saringan kedua, tes Kebaikan. Adalah apa yang Anda katakan kepada saya tentang teman saya sesuatu yang baik? "





"Tidak, sebaliknya ..."

"Jadi," lanjut Socrates memotong jawaban kenalannya tersebut, "Anda ingin mengatakan sesuatu yang buruk tentang dia, tetapi Anda tidak yakin itu benar. Baiklah, Anda mungkin masih bisa lulus ujian selanjutnya, karena ada satu kiri filter: filter dari Kegunaan, Yaitu apakah yang ingin Anda ceritakan tentang teman saya akan berguna bagi saya? "

"Tidak, tidak benar-benar ..."

"Nah," kata Socrates, "jika apa yang ingin Anda katakan bukan benar atau baik bahkan tidak berguna, mengapa Anda masih ingin menceritakannya kepada saya?"