Tampilkan postingan dengan label Aqidah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Aqidah. Tampilkan semua postingan

Rabu, 15 Januari 2014

Lebih Dalam Tentang Syahadat

Syahadat
Syahadat (Bahasa Arab: الشهادة asy-syahādah Tentang suara ini audio (bantuan·info)) merupakan asas dan dasar dari lima rukun Islam dan merupakan ruh, inti dan landasan seluruh ajaran Islam.

Etimologi Syahadat

Syahadat berasal dari kata bahasa Arab yaitu syahida (شهد), yang artinya ia telah menyaksikan. Kalimat itu dalam syariat Islam adalah sebuah pernyataan kepercayaan dalam keesaan Tuhan (Allah) dan Nabi Muhammad sebagai RasulNya.

Kalimat Syahadat

Ada dua kalimat syahadat yang lebih di kenal dengan kalimat syahadatain. mengapa di sebut syadatain? Syahadat sering disebut dengan Syahadatain karena terdiri dari 2 kalimat (Dalam bahasa arab Syahadatain berarti 2 kalimat Syahadat). Kedua kalimat syahadat itu adalah:

  • Kalimat pertama :
ašhadu ʾal lā ilāha illallah
ʾašhadu ʾal lā ilāha illa l-Lāh
Artinya : Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah.

  • Kalimat kedua 
syahadat
wa ʾašhadu ʾanna muḥammadar rasūlu l-Lāh
Artinya: dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah rasul (utusan) Allah.

Makna syahadat

  • Pengakuan ketauhidan.
         Artinya, seorang muslim hanya mempercayai Allâh sebagai satu-satunya Allah dan tiada tuhan yang lain selain Allah. Allah adalah Tuhan dalam arti sesuatu yang menjadi motivasi atau menjadi tujuan seseorang. Jadi dengan mengikrarkan kalimat pertama, seorang muslim memantapkan diri untuk menjadikan hanya Allâh sebagai tujuan, motivasi, dan jalan hidup.
  • Pengakuan kerasulan.
         Dengan mengikrarkan kalimat ini seorang muslim memantapkan diri untuk meyakini ajaran Allâh seperti yang disampaikan melalui Muhammad saw, seperti misalnya meyakini hadist-hadis Muhammad saw.

Makna Laa Ilaaha Illallah


Kalimat Laa Ilaaha Illallah sebenarnya mengandung dua makna, yaitu makna penolakan segala bentuk sesembahan selain Allah, dan makna menetapkan bahwa satu-satunya sesembahan yang benar hanyalah Allah semata.

Berkaitan dengan mengilmui kalimat ini Allah ta'ala berfirman: "Maka ketahuilah(ilmuilah) bahwasannya tidak ada sesembahan yang benar selain Allah" (QS Muhammad : 19)

Berdasarkan ayat ini, maka mengilmui makna syahadat tauhid adalah wajib dan mesti didahulukan daripada rukun-rukun Islam yang lain. Di samping itu Rasulullah pun menyatakan: "Barang siapa yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dengan ikhlas maka akan masuk ke dalam surga."

Yang dimaksud dengan ikhlas di sini adalah mereka yang memahami, mengamalkan dan mendakwahkan kalimat tersebut sebelum yang lainnya, karena di dalamnya terkandung tauhid yang Allah menciptakan alam karenanya. Rasul mengajak paman beliau Abu Thalib, Ketika maut datang kepada Abu Thalib dengan ajakan "wahai pamanku ucapkanlah Laa Ilaaha Illallah sebuah kalimat yang aku akan jadikan ia sebagai hujjah di hadapan Allah" namun Abu Thalib enggan untuk mengucapkan dan meninggal dalam keadaan musyrik.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tinggal selama 13 tahun di makkah mengajak orang-orang dengan perkataan beliau "Katakan Laa Ilaaha Illallah" maka orang kafir pun menjawab "Beribadah kepada sesembahan yang satu, kami tidak pernah mendengar hal yang demikian dari orang tua kami". Orang qurays di zaman nabi sangat paham makna kalimat tersebut, dan barangsiapa yang mengucapkannya tidak akan menyeru/berdoa kepada selain Allah.

Inti syahadat

Inilah sekilas tentang makna Laa Ilaaha Illallah yang pada intinya adalah pengakuan bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah ta'ala semata.

Kandungan syahadat
  • Ikrar
Ikrar yaitu suatu pernyataan seorang muslim mengenai apa yang diyakininya.Ketika seseorang mengucapkan kalimat syahadah, maka ia memiliki kewajiban untuk menegakkan dan memperjuangkan apa yang ia ikrarkan itu.
  • Sumpah
Syahadat juga bermakna sumpah. Seseorang yang bersumpah, berarti dia bersedia menerima akibat dan risiko apapun dalam mengamalkan sumpahnya tersebut. Artinya, Seorang muslim itu berarti siap dan bertanggung jawab dalam tegaknya Islam dan penegakan ajaran Islam.
  • Janji
Syahadat juga bermakna janji. Artinya, setiap muslim adalah orang-orang yang berjanji setia untuk mendengar dan taat dalam segala keadaan terhadap semua perintah Allah SWT, yang terkandung dalam Al Qur'an maupun Sunnah Rasul.

Syarat syahadat


Syarat syahadat adalah sesuatu yang tanpa keberadaannya maka yang disyaratkannya itu tidak sempurna. Jadi jika seseorang mengucapkan dua kalimat syahadat tanpa memenuhi syarat-syaratnya, bisa dikatakan syahadatnya itu tidak sah.

Syarat syahadat ada tujuh , yaitu:

    Pengetahuan

Seseorang yang bersyahadat harus memiliki pengetahuan tentang syahadatnya. Dia wajib memahami isi dari dua kalimat yang dia nyatakan itu, serta bersedia menerima konsekuensi ucapannya.

    Keyakinan

Seseorang yang bersyahadat mesti mengetahui dengan sempurna makna dari syahadat tanpa sedikitpun keraguan terhadap makna tersebut.

    Keikhlasan

Ikhlas berarti bersihnya hati dari segala sesuatu yang bertentangan dengan makna syahadat. Ucapan syahadat yang bercampur dengan riya atau kecenderungan tertentu tidak akan diterima oleh Allah SWT.

    Kejujuran

Kejujuran adalah kesesuaian antara ucapan dan perbuatan. Pernyataan syahadat harus dinyatakan dengan lisan, diyakini dalam hati, lalu diaktualisasikan dalam amal perbuatan.

    Kecintaan

Kecintaan berarti mencintai Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman. Cinta juga harus disertai dengan amarah yaitu kemarahan terhadap segala sesuatu yang bertentangan dengan syahadat, atau dengan kata lain, semua ilmu dan amal yang menyalahi sunnah Rasulullah SAW.

    Penerimaan

Penerimaan berarti penerimaan hati terhadap segala sesuatu yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Dan hal ini harus membuahkan ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT, dengan jalan meyakini bahwa tak ada yang dapat menunjuki dan menyelamatkannya kecuali ajaran yang datang dari syariat Islam. Artinya, bagi seorang muslim tidak ada pilihan lain kecuali Al Qur'an dan Sunnah Rasul.

    Ketundukan

Ketundukan yaitu tunduk dan menyerahkan diri kepada Allah dan Rasul-Nya secara lahiriyah. Artinya, seorang muslim yang bersyahadat harus mengamalkan semua perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya. Perbedaan antara penerimaan dengan ketundukan yaitu bahwa penerimaan dilakukan dengan hati, sedangkan ketundukan dilakukan dengan fisik.Oleh karena itu, setiap orang yang bersyahadat tidak harus disaksikan amirnya dan selalu siap melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupannya.

Asas dari tauhid dan Islam

Laa Ilaaha Illallah adalah asas dari tauhid dan Islam dengannya direalisasikan dalam segala bentuk ibadah kepada Allah dengan ketundukan kepada Allah, berdoa kepadanya semata dan berhukum dengan syariat Allah.

Seorang ulama besar Ibnu Rajab mengatakan: Al ilaah adalah yang ditaati dan tidak dimaksiati, diagungkan dan dibesarkan dicinta, dicintai, ditakuti, dan dimintai pertolongan harapan. Itu semua tak boleh dipalingkan sedikit pun kepada selain Allah. Kalimat Laa Ilaaha Illallah bermanfaat bagi orang yang mengucapkannya selama tidak membatalkannya dengan aktivitas kesyirikan.

Makna syahadat bagi Muslim

Bagi penganut agama Islam, Syahadat memiliki makna sebagai berikut:

  1. Pintu masuk menuju islam; syarat sahnya iman adalah dengan bersyahadatain (bersaksi dengan dua kalimat syahadah)
  2. Intisari ajaran islam; pokok dari ajaran Islam adalah syahadatain, sebagaimana ajaran yang dibawa nabi-nabi dan rosul-rosul sebelumnya
  3. Pondasi iman; bangunan iman dan Islam itu sesungguhnya berdiri di atas dua kalimat syahadah
  4. Pembeda antara muslim dengan kafir; hal ini berkenaan dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban syariat yang akan diterima atau ditanggung oleh seseorang setelah dia mengucapkan dua kalimat syahadah
  5. Jaminan masuk surga; Allah SWT memberi jaminan surga kepada orang yang bersyahadatain.
Demikian Makna Tentang Syahadat yang bisa dishare oleh Senyumku Dakwahku semoga Bermanfa'at.


Sumber : Berbagai Sumber & Wikipedia.org


Jumat, 20 Desember 2013

Di cintai Sang Maha Pemilik Cinta adalah segalanya.

Di cintai Sang Maha Pemilik Cinta adalah segalanya.

Love allah
Memaknai cinta secara luas adalah suatu sikap yang sangat arif dan bijak. 
Sudah pasti setiap orang pasti ingin mendapatkan cinta Allah . Namun bagaimanakah cara untuk mendapatkan cinta tersebut? Ibnul Qayyim Rahimahullah menyebutkan beberapa hal untuk menerangkan maksud perkara tersebut dalam kitab beliau Madarijus Salikin , tahap-tahap menuju wahana cinta kepada Sang Maha Pemilik Cinta adalah seperti berikut

Membaca Al-Qur’an dengan merenung dan memahami kandungan maknanya sesuai dengan maksudnya yang benar. 
Cara Mendapatkan Cinta Allah | tips meraih cinta allah | cara menjadi wali allah | cinta allah swt | amalan wali allah
Membaca Al-Qur’an Itu tidak lain adalah renungan seorang hamba Allah yang hafal dan mampu menjelaskan al-Qur’an agar difahami maksudnya sesuai dengan kehendak Allah SWT. Al-Qur’an merupakan kemuliaan bagi manusia yang tidak boleh ditandingi dengan kemuliaan apapun. Ibnu Sholah mengatakan

“Membaca Al-Qur’an merupakan kemuliaan, dengan kemuliaan itu Allah ingin memuliakan manusia di atas makhluk lainnya. Bahkan malaikat pun tidak pernah diberi kemuliaan seperti itu, malah mereka selalu berusaha mendengarkannya dari manusia”.

Perkara ini boleh dilakukan umpama seseorang memahami sebuah buku yaitu dia menghafal dan harus mendapat penjelasan terhadap isi buku tersebut. Ini semua dilakukan untuk memahami apa yang dimaksudkan oleh si penulis buku. (Maka begitu pula yang dapat dilakukan terhadap Al Qur’an)

Mendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan ibadah-ibadah sunat, setelah mengerjakan ibadah-ibadah wajib.

Tiada cara mendekat (taqarrub) seorang hamba yang lebih Ku-cintai melainkan dengan menunaikan fardhu yang telah Ku-tetapkan. Namun hamba-Ku senantiasa lebih berusaha mendekatkan diri kepada-Ku dengan melakukan yang nawafil (sunnah) , sampai Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang dengan itu ia mendengar, penglihatannya yang dengan itu ia melihat, tangannya yang dengan itu ia memukul, kakinya yang dengan itu ia berjalan. Jika ia memohon kepada-Ku sungguh akan Ku-karuniakan kepadanya, dan jika ia memohon perlindungan-Ku, Aku akan melindunginya. Dan Aku tidak pernah ragu-ragu pada sesuatupun di saat Aku akan melakukannya seperti ragu-Ku untuk mengambil jiwa seorang mukmin yang enggan mati, sedangkan Aku tidak suka mengganggunya.(HQR. Bukhari).

Terus-menerus mengingat Allah (zikir) dalam setiap keadaan, baik dengan hati dan lisan atau dengan amalan dan keadaan dirinya.

Kadar kecintaan seseorang terhadap Allah bergantung kepada kadar zikirnya kepada-Nya. Zikir kepada Allah merupakan syiar bagi mereka yang mencintai Allah dan orang yang dicintai Allah. Rasulullah s.a.w. pernah bersabda:“Sesungguhnya Allah aza wajalla berfirman :”Aku bersama hambaKu selama ia mengingatKu dan kedua bibirnya bergerak (untuk berzikir) kepadaKu”.Ingatlah, kecintaan pada Allah akan diperoleh sekadar dengan keadaan zikir kepada-Nya.

"Allâh Subhana wa Ta'ala berfirman:
Aku sampaikan kepada hamba-Ku yang mengharapkan Aku, Aku bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dalam hatinya, Aku akan mengingat dia dalam hati-Ku, dan jika dia mengingat Aku dalam suatu majelis, Aku menyebut dia dalam majelis yang lebih baik daripada itu ... " (HQR. Bukhari dan Muslim).


Allâh Yang Maha Tinggi berfirman (Dalam hadits Qudsi): “Aku terserah persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya (memberi rahmat dan membelanya) bila dia menyebut nama-Ku. Bila dia menyebut nama-Ku dalam dirinya, aku menyebut namanya pada diri-Ku. Bila dia menyebut nama-Ku dalam perkumpulan orang banyak, Aku menyebutnya dalam perkumpulan yang lebih banyak dari mereka. Bila dia mendekat kepada-Ku sejengkal (dengan melakukan amal shalih atau berkata baik), maka Aku mendekat kepadanya sehasta. Bila dia mendekat kepada-Ku sehasta, maka Aku mendekat kepadanya sedepa. Bila dia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat (lari)”. (HR. Bukhari: 8/171 dan Muslim: 4/2061, lafadz hadits ini dalam shahih Bukhari).

Cinta kepada Allah melebihi cinta kepada diri sendiri walaupun dikuasai hawa nafsunya.

Melebihkan cinta kepada Allah daripada cinta kepada diri sendiri, meskipun dibayangi oleh hawa nafsu yang selalu mengajak lebih mencintai diri sendiri. Ertinya ia rela mencintai Allah meskipun berisiko tidak dicintai oleh makhluk dan harus menempuh berbagai kesulitan. Inilah darjat para Nabi, diatas itu darjat para Rasul dan diatasnya lagi darjat para rasul Ulul Azmi, lalu yang paling tinggi adalah darjat Rasulullah Muhammad s.a.w. sebab baginda mampu melawan kehendak dunia seisinya demi cintanya kepada Allah.

Merenungi, memperhatikan dan mengenal kebesaran nama dan sifat Allah.

Begitu pula hatinya selalu berusaha memikirkan nama dan sifat Allah tersebut berulang kali. Barangsiapa mengenal Allah dengan benar melalui nama, sifat dan perbuatan-Nya, maka dia pasti mencintai Allah. Oleh karena itu, mu’athilah, fir’auniyah, jahmiyah (yang kesemuanya keliru dalam memahami nama dan sifat Allah), jalan mereka dalam mengenal Allah telah terputus (kerana mereka menolak nama dan sifat Allah tersebut).

Memerhatikan kebaikan, nikmat dan kurnia Allah yang telah Dia berikan kepada kita, baik nikmat lahir mahupun batin akan mengantarkan kita kepada cinta hakiki kepada-Nya.

Tidak ada pemberi nikmat dan kebaikan yang hakiki selain Allah. Oleh sebab itu, tidak ada satu pun kekasih yang hakiki bagi seorang hamba yang mampu melihat dengan mata batinnya, kecuali Allah SWT. Sudah menjadi sifat manusia, ia akan mencintai orang baik, lembut dan suka menolongnya dan bahkan tidak mustahil ia akan menjadikannya sebagai kekasih. Siapa yang memberi kita semua nikmat ini? Dengan menghayati kebaikan dan kebesaran Allah secara lahir dan batin, akan mengantarkan kepada rasa cinta yang mendalam kepadaNya.

Menghadirkan hati secara keseluruhan (total) semasa melakukan ketaatan kepada Allah dengan merenungkan makna yang terkandung di dalamnya inilah yang disebut dengan khusyu’.

Hati yang khusyu’ tidak hanya dalam melakukan solat tetapi dalam semua aspek kehidupan ini, akan mengantarkan kepada cinta Allah yang hakiki.

Menyendiri dengan Allah di saat Allah turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir.

Di saat itulah Allah SWT turun ke dunia dan di saat itulah saat yang paling berharga bagi seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada-Nya dengan beribadah dan bermunajat kepada-Nya serta membaca kalam-Nya (Al Qur’an) dan solat malam agar mendapatkan cinta Allah. Kemudian mengakhirinya dengan istighfar dan taubat kepada-Nya.

Bergaul bersama orang-orang yang mencintai Allah dan bersama para siddiqin.

Ambillah perkataan-perkataan mereka yang seperti buah yang begitu nikmat. Kemudian dia pun tidaklah mengeluarkan kata-kata kecuali apabila jelas maslahatnya dan diketahui bahawa dengan perkataan tersebut akan menambah kemanfaatan baginya dan juga bagi orang lain.

Menjauhi segala sebab yang dapat menghalang komunikasi antara dirinya dan Allah SWT.

Semoga kita sentiasa mendapatkan cinta Allah, itulah yang seharusnya dicari setiap hamba dalam setiap degup jantung dan setiap nafasnya.
Ibnul Qayyim mengatakan bahawa "kunci untuk mendapatkan itu semua adalah dengan mempersiapkan jiwa (hati) dan membuka mata hati."

Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pengasih selaku seorang hamba ... (QS. Maryam [19]:93).

Semoga Allah memberikan keberkahan, membimbing kita , menolong kita selalu ketaatan, dan menyampaikan kita pada rahmat serta Menambahkan kecintan kita terhadap sang maha Pemilik Cinta hingga meraih cinta sang maha pemilik cinta. aamiin ya Rabb.

Rabu, 11 Desember 2013

Sadar Tuhan dan Hari Pembalasan

Hari Pembalasan
Berbuat baik, berbakti, dan mengabdi demi kebaikan dan kebenaran, bagi manusia kebanyakan adalah penderitaan. Maka jangan heran, kenapa banyak yang meninggalkan bahkan melakukan pengingkaran.

Padahal, rasa enggan ketika akan berjuang melakoni tugas keagamaan dan rasa senang ketika menjalani pelampiasan hanyalah JEBAKAN perasaan yang sengaja dibikin Tuhan. Demikian Rasulullah s'aw pernah bilang.

'Sekadar' konsekuen dalam keharusan diam ketika tidak bisa bicara (menulis) yang menghasilkan kebaikan dan kemanfaatan, menghargai tetangga semenyebalkan apapun sikapnya, menghormati tamu semengesalkan apapun tingkahnya, atau apapun tugas moral atas kita dari Tuhan sungguh TERASA bukan pekerjaan ringan. Perlu daya dan energi yang bersumber dari KESADARAN mendalam akan kehadiran Tuhan dan kepastian adanya pahla dan ganjaran sorgawi di hari keabadian

Rabu, 20 November 2013

Allah Cinta Tertinggi

Kawan Senyum - Tahukah anda bagaimana Caranya meraih Cinta yang hakiki?
Berikut Motivasi Cinta agar tidak Mendapatkan Cinta yang salah. Motivasi Islam tentang Cinta, Hakekat Cinta Kepada Allah. Kumpulan Kata Mutiara Cinta, Islami,.

love allah

Mendulang Hikmah Dibalik Cinta Kepada-Nya

Setiap manusia pasti menginginkan masuk kedalam surga, bahkan itu merupakan impian hati sanubarinya. Dan tidak ada seseorang pun yang menginginkan hatinya mati, hingga menimbulkan kemalasan untuk beribadah dan taat kepada Allah, menentang ayat-ayatnya, melanggar larangan-Nya, melalaikan dan membenci perintah dan hadits–hadits Nabi-Nya. Semoga Allah menjadikan kita hidup hatinya, dengan mencintai-Nya dan melaksanakan perkara–perkara kebaikan yang lainnya. Kemudian dengan kita mencintai-Nya maka kita akan dicintai Allah Ta’ala dan merasakan manisnya iman. Sesungguhnya semakin besar rasa kecintaanya kepada Allah maka semakin sempurna pula keimanan pada hatinya.

Apakah hakekat cinta kepada Allah Ta’ala ?

Diantara perkara yang telah diketahui bersama bahwa cinta kepada Allah Ta’ala dan rosulnya termasuk seagung-agungnya ibadah, yang hendaknya seorang muslim mendekatkan diri kepada Allah dengan rasa cinta kepada Allah Ta’ala, akan tetapi hendaknya seorang muslim jujur dalam kecintaanya kepada Allah Ta’ala. Dan adapun timbangan cinta kepada Allah Ta’ala adalah dengan mengikuti Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam (melaksanakan perintahnya dan menjauhi laranganya-pen). (Kitab Uluwwil himmah, 124).
Betapa gamblang dan jelas Allah mengatakan dalam Al Qur’an, artinya : “Katakanlah (hai Muhāmmad), jika kalian (benar-benar) mencintai Allâh maka ikutilah aku (nabi muhammad sholAllahu ‘alaihi wa sallam ), niscaya Allah akan mencintai kalian dan Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian, dan Allah Māhapengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-‘Imrân: 31)
Al-‘Allâmah ‘Abdurrahman bin Nâshir As-Sa’di rahimahullah menerangkan, “Dalam ayat ini terkandung makna kewajiban mencintai Allah, tanda-tanda orang yang mencintai-Nya, serta hasil dan buah kecintaan kepada-Nya. Allah berfirman, “Katakanlah (hai Muhāmmad), jika kalian (benar-benar) mencintai Allah..” yakni apakah kalian mengaku telah mencapai derajat yang tinggi  ini (yaitu mencintai Allah) dimana tidak ada lagi tingkatan di atasnya? Sungguh pengakuan lisan semata tidaklah cukup, bahkan pengakuanmu itu haruslah dibangun di atas kejujuran, dan sebagai tanda kejujuran dari pengakuanmu itu ialah dengan mengikuti sunnah Nabi-Nya shāllallahu‘alaihi wa alihi wasallam dalam segenap keadaan, segenap perkataan dan perbuatan, dalam perkara ushul maupun furu’ secara lāhir maupun bātin. Maka orang yang mengikuti Rasul shāllallahu ‘alaihi wa âlihi wasallam itu menunjukkan kejujuran ia dalam pengakuan kecintaannya kepada Allah ta’aala (Taisirul Karimirrahman fi Tafsir Kalâmil Mannân – Surat Al-‘Imrân 31).
Sungguh indah apa yang dikatakan Al-Imam Ibnul Mubarak: “seandainya cintamu ( kepada Allah ) sejati maka kamu akan mentaatiNya, sesungguhnya orang yang cinta pada siapa yang dicintainya maka akan dibuktikan dengan ketaatan padanya. (Tazkiyatun Nufuus /105 ).

Keutamaan cinta kepada Allah Ta’ala

Cinta kepada Allah Ta’ala merupakan sebab masuk syurga
Sesungguhnya cinta kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya termasuk sebab yang terpenting masuknya seorang muslim ke dalam syurga, dan telah menunjukan tentang hal ini kisahnya orang arab badui yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kapan hari kiamat itu? ( Kitab Uluwwil himmah /123-124).
Kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Apakah yang engkau persiapkan untuk menemui hari kiamat?”, ia berkata, “Aku tidak menyiapkan apa-apa (dalam riwayat yang lain: “Aku tidak mempersiapkan diri untuk menemui hari kiamat dengan banyaknya shalat, puasa, dan sedekah”, kecuali aku mencintai Allah dan RasulNya”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Sesungguhnya engkau bersama dengan siapa yang engkau cintai” (Dalam riwayat yang lain: Anas berkata, “Lalu kami berkata, “Apakah kami juga demikian?”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Ya” . Anas berkata, “Maka kami pun pada hari itu sangat gembira” ( HR. Bukhori)
Allah Ta’ala akan mencintai orang – orang yang mencintaiNya
Berdasarkan firman Allah ta’âla, artinya :
Katakanlah (hai Muhāmmad), jika kalian (benar-benar) mencintai Allâh maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian, dan Allah Māhapengampun lagi Mahapenyayang” (QS. Al-‘Imrân: 31)
Al-Hafizh Ibnu Katsiir rahimahullah menerangkan, “Ayat yang mulia ini menjadi  hakim atas orang-orang yang mengaku mencintai Allah namun ia tidak berjalan di atas sunnāh Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa âlihi wasallam. Maka sesungguhnya ia telah berdusta dalam pengakuannya itu, kecuali ia telah benar-benar mengikuti syari’at dan agama Muhāmmad shāllallahu ‘alaihi wa âlihi wasāllam dalam segenap perkataannya dan keadaan dirinya. Sebagaimana hal ini telah tsabit dalam shahih Al-Bukhâri, bahwa Rasulullah shāllallahu ‘alaihi wa alihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalān yang bukan dari urusan kami, maka amalan itu tertolak.”
Sebab itulah Allah berfirman, “Katakanlah (hai Muhāmmad), jika kalian (benar-benar) mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian..” yakni kalian akan mendapatkan  lebih dari apa yang kalian inginkan dari kecintaan kalian kepada Rabb kalian, yaitu kecintaan Allah atas kalian, dan ini lebih tinggi kedudukannya dari yang pertama. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh sebagian Ulama, “Persoalannya itu bukan bagaimana engkau mencinta, tapi bagaimana supaya engkau dicinta.” Al-Hasan Al-Bashri dan selain beliau dari kalangan salaf menuturkan, “Ada suatu kaum yang mereka mengaku mencintai Allah, maka Allah menguji mereka dengan ayat ini, Allah berfirman, “Katakanlah (hai Muhammad), jika kalian (benar-benar) mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian” (Tafsir Ibnu Katsir – surat Al-‘Imrân ayat 31).
Orang yang mencintai Allah Ta’ala hatinya akan menjadi hidup
Cinta kepada Allah Ta’ala merupakan jalan yang menjadikan hati manusia itu hidup dan gizi bagi semua ruh. Dan tidaklah ada kelezatan, kenikmatan, kemenangan dan kehidupan pada hati manusia melainkan dengan rasa cinta kepada Allah Ta’ala. Dan apabila hati manusia telah melalaikan dan menghilangkan rasa cinta kepada Allah Ta’ala maka rasa sakitnya lebih besar daripada sakitnya mata ketika mata itu kehilangan cahaya pandangan matanya. Dan lebih besar pula sakitnya daripada telinga ketika kehilangan pendengarannya. Bahkan rusaknya hati ketika kosong dari rasa cinta kepada Allah Ta’ala lebih besar daripada rusaknya anggota badan ketika tiada dan hilang ruh didalamnya. Dan perkara ini tidak akan dibenarkan dan diyakini kecuali bagi seseorang yang hidup hatinya. Dan sesungguhnya luka itu tidak akan terasa sakit bagi orang yang mati (hatinya) (Tazkiyatun Nufus/105).
Cinta kepada Allah Ta’ala lebih dari segala sesuatu merupakan ciri utama orang-orang yang sempurna imannya
Sesungguhnya Orang yang mencintai Allah Ta’ala lebih dari segala sesuatu yang ada di dunia ini merupakan ciri utama orang-orang yang sempurna imannya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya : “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya seperti mencintai Allah. Sedangkan orang-orang yang beriman sangat besar kecintaan mereka kepada Allah” (QS al-Baqarah: 165).
Merasakan kelezatan dan manisnya iman
Artinya : Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga sifat, barangsiapa yang memilikinya maka dia akan merasakan manisnya iman (kesempurnaan iman): menjadikan Allah dan rasul-Nya lebih dicintai daripada (siapapun) selain keduanya, mencintai orang lain semata-mata karena Allah, dan merasa benci (enggan) untuk kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh Allah sebagaimana enggan untuk dilemparkan ke dalam api” (HR. Bukhori dan Muslim )
Hadits yang agung ini merupakan salah satu landasan utama agama Islam (lihat kitab Fathul Baari, 1/61). Kemudian maksudnya dari “manisnya iman” adalah merasakan kenikmatan (ketika melaksanakan) ketaatan (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala), tabah menghadapi segala kesulitan dalam agama dan lebih mengutamakan semua itu di atas semua perhiasan dunia (lihat kitab Syarhu shahihhi Muslim, 2/13,  dan Fathul Baari, 1/61).

Mutiara Do’a untuk menggapai cintaNya

Akhirnya, saya mengajak pada diri pribadi dan kaum muslimin supaya kita sering berdo’a agar mendapatkan cinta Allah yang tidak ternilai dan rasa cinta dari orang-orang yang mencintai Allah serta perbuatan yang mengantarkan kita kepada cintaNya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُنِى إِلَى حُبِّكَ (رواه الترميذي، حديث حسن صحيح، وصححه الألباني )

Ya Allah, sesungguhnya saya memohon cintaMu dan cintanya orang yang mencintaiMu serta kecintaan pada suatu amalan yang dapat mendekatkanku untuk senantiasa mencintaiMu” ( HR. Tirmidzi, Hadits hasan shohih dan dinyatakan shohih oleh syaikh Al Bani).
Wallahu a’lam .



Penulis : Ustadz Abu Hammam Kiryani, BA.
Muroja’ah : Ustadz Zaenudin Al Anwar
Sumber : http://muslim.or.id/aqidah/mendulang-hikmah-dibalik-cinta-kepada-nya.html

Selasa, 12 November 2013

MAKNA LAFAL “LAILAHA ILLALAH” | FIQIH safinatun naja

Kawan Senyum - Setelahnya saya memposting kajian Fiqih tentang ada berapakah Rukun Iman, Sekarang saya akan Membahas tentang makna "LailahaIllaiiah".
Dalam Ilmu FIQIH (safinatun naja :
kitab Fiqih yang di susun Syekh Nawawi Banten) bahwasanya Makna “ Laa Ilaaha Illallah” adalah bahwa tidak ada suatu apapun yang berhak disembah dengan hak (benar) kecuali hanya Allah S.W.T. semata.


Fiqih safinah

Kalimat Laa Ilaaha Illallah sebenarnya mengandung dua makna, yaitu makna penolakan segala bentuk sesembahan selain Allah, dan makna menetapkan bahwa satu-satunya sesembahan yang benar hanyalah Allah semata.

Berkaitan dengan mengilmui kalimat ini Allah ta'ala berfirman: "Maka ketahuilah(ilmuilah) bahwasannya tidak ada sesembahan yang benar selain Allah" (QS Muhammad : 19)

Berdasarkan ayat ini, maka mengilmui makna syahadat tauhid adalah wajib dan mesti didahulukan daripada rukun-rukun Islam yang lain. Di samping itu Rasulullah pun menyatakan: "Barang siapa yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dengan ikhlas maka akan masuk ke dalam surga."

Yang dimaksud dengan ikhlas di sini adalah mereka yang memahami, mengamalkan dan mendakwahkan kalimat tersebut sebelum yang lainnya, karena di dalamnya terkandung tauhid yang Allah menciptakan alam karenanya. Rasul mengajak paman beliau Abu Thalib, Ketika maut datang kepada Abu Thalib dengan ajakan "wahai pamanku ucapkanlah Laa Ilaaha Illallah sebuah kalimat yang aku akan jadikan ia sebagai hujjah di hadapan Allah" namun Abu Thalib enggan untuk mengucapkan dan meninggal dalam keadaan musyrik.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tinggal selama 13 tahun di makkah mengajak orang-orang dengan perkataan beliau "Katakan Laa Ilaaha Illallah" maka orang kafir pun menjawab "Beribadah kepada sesembahan yang satu, kami tidak pernah mendengar hal yang demikian dari orang tua kami". Orang qurays di zaman nabi sangat paham makna kalimat tersebut, dan barangsiapa yang mengucapkannya tidak akan menyeru/berdoa kepada selain Allah.

Jumat, 08 November 2013

Kesempurnaan syari'at Umat Islam

islam
         Sayria'at dalam Ber-Agama islam adalah bentuk tujuan yang di capai oleh semua umat...
Syari'at Umat nabi Muhammad adalah syari'at yg lebih sempurna. sebagaimana yang telah dinyatakan dalam al-Qur'an :

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمْ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagi kalian.” (QS. Al-Ma`idah : 3)

          Itulah pernyataan jelas dari sang pencipta Allah 'azza wajalla, Tentang kesempurnaan akidah dan syari'at risalah nabi muhammad Saw. kalau kiranya masih terdapat kekurangan tidak mungkin dikatakan "telah sempurna" kalu kiranya belum cukup, tidak mungkin dikatakn  bahwa Agama Islam terus berkembang dimana-mana dan kapan saha. itulah yang dinamaka kesempurnaan syari'at umat nabi muhammad sholallahu'alaihi wasallam.
         lain halnya dengan risalah nabi-nabi sebelum nabi muhammad, mereka membawa risalah hanya kepada kaumnya saja dan pada waktu itu saja. karna itu, risalah mereka itu merupajan risalah khusus. tetapi setelah nabi muhammad shollahu'alaihi wasallam. datang membawa risalah, dimana risalah yang dibawanya itu merupakan risalah yang sesuai dengan naluri manusianya, sedangkan manusia diciptakan oleh allah mempunyai naluri ber-Agama, yaitu agama tauhid, maka risalah yang dibawa itu sesuai dengan kehidupan manusia di semua penjuru dunia hingga akhir masa.

Islam Adalah Agama Yang Sempurna

      Sudah merupakan ciri syari’at Islam dan menjadi kebanggaan umat Islam, sempurna dan lengkapnya segala tuntunan agama mereka.

Allah Jalla Dzikruhu telah menerangkan dalam firman-Nya,
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur`an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Nahl : 89)
Karena kesempurnaannyalah, sehingga segala sesuatu telah diterangkan dalam Al-Qur`an tanpa terkecuali, dalam makna tersurat maupun tersirat, ketetapan secara nash maupun dalil-dalil umum yang mencakup berbagai masalah.

Allah subhânahu wa ta’âlâ telah menegaskan,

مَّا فَرَّطْنَا فِي الكِتَابِ مِن شَيْء
“Tiadalah Kami lalaikan sesuatupun di dalam Al Kitab.” (QS Al An’âm: 38)
Dan Allah subhânahu wa ta’âlâ berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ.
 “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kalian turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kalian”. (QS Al Baqarah: 208)

Segala sesuatu telah dijelaskan, bahkan perkara-perkara yang nampaknya sepele sekalipun telah diterangkan dalam agama ini sehingga membuat orang-orang musyrikin dan ahlul kitab iri hati dan dengki kepada umat Islam.

Jumat, 26 Juli 2013

Memahami Makna Ibadah dan Cara Beribadah Kepada Alloh

ibadah
bagaimana cara muslim beribadah

Saudaraku kaum muslimin, pada risalah tentang aqidah yang telah kami sampaikan lalu, kita telah membahas tentang apa hikmah diciptakannya manusia dan jin serta seluruh alam semesta ini. Ya, ternyata hikmahnya adalah agar kita semuanya beribadah kepada Alloh subhanahu wa ta’ala.

Maka barangsiapa telah menunaikan ibadah sebagaimana yang diperintahkan, berarti dia telah benar-benar mewujudkan tujuan penciptaan dirinya. Sedangkan barangsiapa meremehkan kewajiaban ibadah, berarti dia telah menyia-nyiakan tujuan penciptaan dirinya.

Saudaraku kaum muslimin, yang perlu kita ketahui sekarang adalah apa sebenarnya makna (pengertian) ibadah itu ? Dan bagaimana pula cara kita beribadah kepada Alloh ? Insya Alloh, uraian berikut ini akan membahas hal tersebut secara ringkas dan sederhana.

Ketahuilah, para ulama kita telah menjelaskan pada kita tentang apa ibadah itu. Diantara penjelasan yang paling ringkas tentang makna ibadah, adalah seperti dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh berikut ini : “Ibadah itu adalah semua perkara yang dicintai dan diridhoi oleh Alloh, baik yang berupa ucapan maupun perbuatan, yang dhohir (nampak) maupun yang bathin (tidak nampak).” (Al-Ubudiyyah (hal. 5) dan Majmu’ Al-Fatawa, 10/149)

Beliau juga berkata : “Ibadah itu adalah ketaatan kepada Alloh, dengan melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya, melalui (perantaraan) lisan para rosul (utusan)-Nya.” (Fathul Majid Syarh Kitab At-Tauhid (hal. 37), karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab rohimahulloh. Guru kami, Syaikh Muhammad bin Ali bin Hizam al-Fadhdholi al-Ba’dani hafidzohulloh, dalam hasyiyah-nya (catatan pinggir/catatan kaki) atas kitab Fathul Majid tersebut, yang beliau namai kitabnya At-Taudhihul Mufid ‘ala Kitab Fathil Majid, beliau berkata tentang ucapan Syaikhul Islam tersebut di atas : “Saya tidak mendapati sandaran/rujukan ucapan Syaikhul Islam tersebut di atas (yakni tidak diketahui dinukil dari kitab beliau yang mana dari kitab-kitab Syaikhul Islam yang sangat banyak itu),  wallohu a’lam.

Jadi, berdasarkan definisi tersebut di atas, maka semua apa yang kita amalkan, baik yang berupa ucapan maupun perbuatan, selama hal itu adalah perkara yang dicintai dan diridhoi oleh Alloh, maka itu semua adalah ibadah. Dengan demikian, ibadah itu tidak bisa dibatasi dengan amal-amal tertentu atau jumlah tertentu. Dan yang dimaksud dengan perkara yang dicintai dan diridhoi oleh Alloh adalah perkara-perkara yang diperintahkan oleh-Nya untuk mengerjakannya, baik itu perintah yang wajib maupun yang mustahab (sunnah/tidak wajib). Al-Imam Ibnu Katsir rohimahulloh berkata : “Ibadah kepada Alloh adalah mentaati-Nya, dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi/meninggalkan larangan-larangan-Nya.”

Demikian itulah makna ibadah. Lalu, bagaimana cara kita beribadah dan mendekatkan diri kepada Alloh ? Ketahuilah wahai saudaraku kaum muslimin, ibadah yang kita lakukan, tidak akan bisa menjadi sempurna kecuali dengan mentaati Alloh ta’ala dalam semua perintah dan larangan-Nya (yakni kita lakukan dengan penuh ketulusan dan ikhlas hanya karena-Nya), kemudian kita juga mengikuti sunnah (jalan/petunjuk) yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam tentang cara melaksanakan ibadah tersebut.

Alloh ta’ala berfirman :

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Robb-nya, maka hendaknya dia beramal sholih, dan tidak menyekutukan dengan sesuatu apapun dalam beribadah kepada Robb-nya.” (QS Al-Kahfi : 110)

Al-Imam Ibnu Katsir rohimahulloh menjelaskan makna “hendaknya dia beramal sholih”, yakni : “(dengan) segala sesuatu (amalan) yang sesuai dengan syari’at Alloh”. Adapun makna “dan tidak menyekutukan dengan sesuatu apapun dalam beribadah kepada Robb-nya”, yakni : “dia bertujuan dengan amalannya itu (mengharap) wajah Alloh saja (yakni ikhlas) dan tidak menyekutukan-Nya (dengan apapun).”

Beliau juga berkata :   “Inilah dua rukun diterimanya amalan, (yakni) harus ikhlas karena Alloh dan showab (benar/cocok/sesuai) dengan syari’at (sunnah) Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa salam.  (Tafsir Al-Qur’anul Adzim, 3/152)

Al-Imam Al-Fudhoil bin ‘Iyadh rohimahulloh, ketika menjelaskan makna firman Alloh ta’ala (yang artinya) : “(Dia-lah Alloh) yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian, siapakah yang paling bagus amalannya.” (QS Al-Mulk : 2), beliau berkata : “(yang paling bagus amalannya) yakni yang paling ikhlas dan yang paling benar.”

Orang-orang bertanya kepada Al-Fudhoil rohimahulloh : “Wahai Abu Ali, apa yang dimaksud dengan “yang paling ikhlas dan yang paling benar” itu ?” Beliau menjawab : “Sesungguhnya amalan itu apabila dilakukan dengan ikhlas (saja) tetapi tidak benar, (hal itu) tidak akan diterima oleh Alloh, sampai keadaan amalannya tersebut Ikhlas dan benar. Ikhlas, yakni semata-mata karena Alloh. Benar, yakni sesuai dengan sunnah (tuntunan/petunjuk rosululloh).” (dinukil dari kitab Jami’ul Ulum wal Hikam, karya Al-Imam Ibnu Rojab Al-Hambali rohimahulloh, lihat juga kitab I’lamul Bahhatsah bi Maqoshidi al-Ushul ats-Tsalatsah (hal. 40), karya Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali hafidzohulloh)

Dalil-dalil lainnya dari Kitabulloh Al-Qur’an tentang pentingnya beramal itu harus memenuhi dua syarat tersebut di atas (yakni ikhlas dan benar/sesuai tuntunan rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam) sangat banyak. Adapun dalil-dalil dari hadits rosululloh, diantaranya adalah hadits dari ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha, rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa membuat-buat perkara baru dalam urusan (agama) kami ini, dengan apa yang tidak ada (perintahnya) dari kami, maka amalan dia itu tertolak.” Dalam lafadz imam Muslim : “Barangsiapa beramal dengan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka amalannya itu tertolak.”  (HR. Imam Al-Bukhori no. 2697 dan Muslim no. 1718)

Demikianlah, dalil-dalil tersebut di atas menunjukkan pada kita, bahwa beribadah dan mendekatkan diri kepada Alloh haruslah dengan cara yang telah ditentukan oleh Alloh ta’ala dan rosul-Nya shollallohu ‘alaihi wa sallam, yang berarti kita tidak boleh membuat cara-cara atau metode sendiri, meskipun hal itu sesuai dengan  akal, adat-istiadat, budaya atau keinginan hawa nafsu (selera) kita sendiri.

Dan juga beribadah itu tidak boleh kita lakukan dengan cara-cara bid’ah (mengada-ada perkara baru dalam beribadah dan beragama, edt.), apalagi kalau sampai melakukan kesyirikan dan kekufuran, atau ibadah dengan cara bermaksiat (melakukan perbuatan durhaka/menentang) kepada Alloh. Jika ibadah itu kita lakukan dengan cara-cara seperti itu, tentu ibadah kita tidak akan diterima oleh Alloh subhanahu wa ta’ala.

Demikianlah, semoga uraian yang ringkas ini memberikan semangat pada kita untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan cara-cara yang telah ditentukan oleh Alloh ta’ala dan rosul-Nya, kemudian kita semakin waspada/berhati-hati dari cara-cara beribadah yang tidak sesuai dengan yang disyari’atkan oleh keduanya, meskipun masih banyak orang yang mengamalkannya,  wallohu a’lamu bis showab.

Sumber : darul-ilmi.com

Kamis, 05 Juli 2012

Kesempurnaan Keyakinan Umat nabi Muhammad

Kesempurnaan Keyakinan Umat nabi Muhammad Saw.
     Diantara keutamaan dan kemuliaan umat Nabi Muhammad adalah bahwa Allah Swt. benar-benar menyempurnakan keyakinan mereka dengan pernyataan Nabi Saw. Al-Ma'shum dalam sabdanya.

     Nabi Saw. bersabda,
Belum pernah ada umat yang dikaruniai keyakinan yang lebih sempurna daripada keyakinan yang di karuniakan kepada umat Muhammad.
     Belum pernah ada umat yang hatinya memperoleh pancaran iman untuk makrifat kepada Allah Ta'ala dan untuk meningkatkan amal perbuatan mereka sehingga menghadapi urusan kenyataan, melebihi atau membandingi pancaran iman yang dianugrahkan kepada umat Muhammad.

     Firman allah:
وَلَا تُؤْمِنُوا إِلَّا لِمَنْ تَبِعَ دِينَكُمْ قُلْ إِنَّ الْهُدَىٰ هُدَى اللَّهِ أَنْ يُؤْتَىٰ أَحَدٌ مِثْلَ مَا أُوتِيتُمْ أَوْ يُحَاجُّوكُمْ عِنْدَ رَبِّكُمْ ۗ قُلْ إِنَّ الْفَضْلَ بِيَدِ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Dan janganlah kamu percaya melainkan kepada orang yang mengikuti agamamu. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah, dan (janganlah kamu percaya) bahwa akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang diberikan kepadamu, dan (jangan pula kamu percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujjahmu di sisi Tuhanmu". Katakanlah: "Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Allah memberikan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Luas karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui"; (Al Qur'an surat Âl-´Imrân ayat 73)
     Para ulama Berpendapat bahwa Keyakinan itu ada tiga macam, ilmul yaqin, ainul yaqin, dan haqqul yaqin.
- Ilmul yaqin, yaitu keyakinan yang diperoleh dari jalan pikiran yang sehat disertai bukti-bukti yang nyata
- Ainul yaqin, yaitu memandang hal yang gaib sama dengan memandang yang lahir.
- Haqqul yaqin, ialah keyakinan pandangan yang telah menyatu tidak ada perbedaan diantara yang gaib dan yang lahir.

Selamat berjuang merengkuh ridho-Nya, semoga Allah selalu bersama..

tentang keyakinan

Dikutip dari Syaroful Ummatil Muhammad

Rabu, 13 Juni 2012

Ketetapan Iman Umat Nabi Muhammad

     Diskusi Islam - KETETAPAN IMAN UMAT KANJENG NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU 'ALAIHI WASALLAM...

Umat Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wasallam Beriman pada semua kitab yang telah di turunkan oleh allah 'azza wajalla, beriman kepada semua rosul allah, dan beriman kepada semua malaikat, tanpa membeda-bedakan satu sama lain.

     Firman Allah :
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ ۚ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ ۚ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ

Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami ta'at." (Mereka berdo'a): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali." (QS, Al-Baqarah:285).
Di dalam ayat-ayat yang mulia tersebut terdapat pemberitaan dari Allah mengenai Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman bahwa mereka itu telah beriman kepada semua wahyu yang diwahyukan kepada Rasul kita, Muhammad SAW. Mereka beriman kepada Allah, kitab-kitab dan Rasul-Rasul-Nya semua, tidak ada perbedaan di antara mereka, menjalankan semua perintah, mengamalkan, mendengar, patuh, meminta kepada Allah ampunan atas dosa-dosa mereka dan khusyu’ serta tunduk kepada Allah di dalam memohon pertolongannya-Nya dalam menjalankan kewajiban tersebut.

     Firman Allah
قُلْ آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ عَلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَالنَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri." (QS, Ali Imran:285).
Di dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw termasuk orang-orang yang mengikutinya agar mempercayai, bahwa Allah SWT pasti ada-Nya. Maha Esa serta mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas terhadap seluruh isi alam, dan memerintahkan pula kepadanya untuk mempercayai Kitab Alquran yang diturunkan kepadanya. Di samping itu harus mempercayai pula bahwa Allah SWT telah menurunkan wahyu kepada para Nabi yang terdahulu yaitu Nabi Ibrahim, Ismail, Ishak. Yakub, nabi-nabi keturunan Yakub, dan wahyu yang disampaikan kepada Musa, Isa dan nabi-nabi yang lain yang diutus Allah, yang berfungsi sebagai petunjuk bagi umatnya. Wahyu yang disampaikan kepada para nabi itu mempunyai prinsip dan tingkat yang sama, sesuai dengan firman Allah SWT.

tentang iman

Dari berbagai Sumber termasuk Buku karangan Syaikh Muhammad Bin Alwi Al maliki : Keutamaan Umat Muhammad

Jumat, 08 Juni 2012

Waspadai Dosa-dosa Kecil yang Membinasakan


Dosa kecil dosa besar

Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.

Dosa, setiap kita pasti memilikinya. Hampir setiap saat kita berdosa, baik yang besar maupun yang kecil. Karenanya Allah Yang Mahapemurah dan Penyayang menyediakan ampunan dan penghapusan kesalahan setiap saat.

Di antara dosa-dosa yang kita perbuat sebagiannya mendapat perhatian serius dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, yang disebut dengan muhqirat dzunub. Tahukah kita apa itu muhqirat dzunub?

Muhqirat dzunub adalah dosa yang diremehkan dan diangap kecil oleh seseorang. Banyak orang tak perhatian terhadapnya sehingga ia terjerumus ke dalam berulang kali tanpa bisa dihitung. Bahkan bisa jadi sebagian orang terus menerus mengerjakannya tanpa absen meninggalkannya karena ia dianggap sebagai dosa kecil.

Imam Ahmad dalam Musnadnya menyebutkan satu riwayat dari hadits Sahal bin Sa'ad Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

إيّاكم ومحقرات الذنوب، فإنّما مثل محقرات الذنوب كمثل قوم نزلوا بطن واد فجاء ذا بعود وذا بعود حتى جمعوا ما أنضجوا به خبزهم، وإن محقرات الذنوب متى يؤخذ بها صاحبها تهلكه

"Jauhilah Muhqirat Dzunub (dosa-dosa yang diremehkan). Sesungguhnya perumpamaan dosa-dosa kecil yang diremehkan itu seperti suatu kaum yang singah di satu lembah, lalu satu orang datang membawa satu dahan (kayu bakar) dan yang lainnya juga demikian sampai mereka mengumpulkan banyak kayu bakar yang bisa mematangkan roti mereka. Sesungguhnya dosa-dosa kecil yang diremehkan itu, kapan pelakunya dibalas maka akan menghancurkannya." (HR. Ahmad dan dishahihkan di dalam kitab Silsilah Al-Ahadits Al-Shahihah, no. 389)

Dalam riwayat lain disebutkan, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ فَإِنَّهُنَّ يَجْتَمِعْنَ عَلَى الرَّجُلِ حَتَّى يُهْلِكْنَهُ

“Jauhilah dosa-dosa yang dianggap kecil, karena dosa-dosa itu akan berhimpun pada seseorang, sehingga akan membinasakannya.” (HR. Ahmad dan lainnya. Lihat Silsilah ash-Shahihah, no. 389).

Dosa ini benar-benar berhaya. Benar-benar harus mengontrol diri darinya. Banyak berpikir tentangnya agar tidak terjerumus ke dalamnya.

Perlu diketahui, menganggap kecil suatu dosa bisa menjadikannya menjadi besar di sisi Allah Ta'ala. Perlu disadari, bahwa dosa besar terkadang diiringi dengan rasa malu, takut, dan merasa itu dosa besar yang berbahaya sehingga ia menjadi kecil. Sementara dosa kecil terkadang diiringi sedikit malu dan tidak digubris, tidak takut, dan diremehkan sehingga lama-kelamaan ia menjadi besar.

Dari sini ada dua sisi keburukan dari dosa-dosa kecil yang diremehkan: Pertama, banyak/seringnya dilakukan sehingga bisa menyebabkan kehancuran. Kedua, diremehkan dan dianggap kecil yang bisa menyebabkan besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Al-Imam Al-Ghazali berkata: Dosa kecil bisa menjadi besar dengan beberapa sebab, di antaranya: dianggap kecil dan dilakukan terus-menerus. Sesungguhnya suatu dosa ketika dianggap besar oleh seorang hamba maka akan menjadi kecil di sisi Allah. Dan setiap dianggap kecil maka akan besar di sisi Allah."

Terpenting, janganlah melihat kecilnya maksiat, tapi lihatlah keagungan Dzat yang kita bermaksiat terhadap-Nya. Sesungguhnya maksiat, yang kecil maupun yang besar, adalah besar di sisi Allah Tabaraka wa Ta'ala. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]

Jumat, 23 Maret 2012

Nikmatnya Berislam

Berbagai nikmat Tuhan Allah yang di berikan kepada kaum muslimin membuat iri orang-orang yahudi dan nasrani, sehingga mereka berupaya agar kaum muslimin tidak mengamalkan agama ini, atau bahkan mereka berusaha mengeluarkan kaum muslimin dari agama Islam untuk mengikuti agama mereka.

Sesungguhnya sebesar-besar nikmat Allah atas Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah nikmat Islam. Dimana Allah mengutus kepada mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, yang mereka kenal nasabnya (silsilah keturunannya, ed.) dari sebaik-baiknya nasab.

Allah berfirman : “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum ( kedatangan Nabi ) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. “ (QS. Ali Imran : 164).

Dengan diutusnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya, dari kelalaian menuju kesadaran, dari perpecahan menuju persatuan, dari permusuhan menuju persaudaraan, dari kehinaan menuju kemuliaan , dari kehancuran menuju keselamatan, dan dari tepi neraka menuju taman-taman surga.

Allah memilihkan bagi mereka agama yang kokoh dan sempurna dalam masalah aqidah, ibadah, muamalah, akhlaq, politik dan sebagainya. Maka putus asalah upaya musuh – musuh Islam untuk menghancurkan Islam, menyelewengkan serta mengurangi ajarannya.

Allah berfirman : “Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Ku- sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan padamu nikmat-Ku, dan telah Ku- ridhoi Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah : 3).

Dan sungguh Allah bersaksi atas kesempurnaan agama ini, dan menjadikannya sebagai penutup segala risalah, serta Allah mewajibkannya kepada segenap manusia dan jin untuk mengikutinya pada setiap waktu serta pada setiap generasi. Dan Allah tidak akan pernah menerima amalan hamba-Nya yang beragama dengan selain agama Islam, serta memasukkannya dalam golongan yang merugi.

Allah berfirman : “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran : 85).

Allah juga berfirman : “Sesungguhnya agama ( yang di ridhoi ) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran : 19 )

Allah juga menjamin untuk menjaga agama ini dari hawa nafsu orang-orang yang sesat dan dari tangan-tangan musuh Islam yang ingin menghancurkan Islam.

Allah berfirman : “Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. “(QS. AT-Taubah : 32).

“Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meski orang-orang kafir benci. “(QS. Ash-Shaff : 8).

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesengguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr : 9).

Dan Allah juga berjanji kepada pengikut agama ini untuk memuliakannya serta menolong dari tipu daya musuh-musuhnya jika mereka beriman dan mengerjakan amal shaleh.

Allah berfirman : “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur : 55).

Sesungguhnya agama ini mempunyai banyak musuh pada zaman pertama kali wahyu diturunkan dan juga pada setiap tempat dan waktu. Dan ini sudah menjadi Sunnatullah, bahwa setiap pembawa kebenaran yang mengamalkan serta menda’wahkannya pasti mendapatkan perlawanan dari pembawa kebathilan dan penyerunya yaitu setan dan bala tentaranya.

Allah berfirman : “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan- syaitan (dari jenismu) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. “(QS. Al-An’am : 112).

“ Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi itu musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong.” (QS. Al-Furqan : 31).

Mereka berusaha untuk menghalangi kaum muslimin dari agamanya, memberikan keragu-raguan pada aqidah mereka, serta menimbulkan permusuhan di antara kaum muslimin untuk memecah belah mereka. Mereka kerahkan segala kemampuan mereka untuk menghalangi kaum muslimin yang akan mempelajari serta mengamalkan agamanya. Dan ini dinyatakan oleh iblis dihadapan Allah, bahwa dia akan menghalangi manusia dari jalan kebenaran dari segala penjuru.

Allah berfirman : “Iblis menjawab : “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar- benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta’at). “(QS. Al-A’raf : 16-17).

Nikmat-nikmat Allah yang di berikan kepada kaum muslimin membuat iri orang-orang yahudi dan nasrani, sehingga mereka berupaya agar kaum muslimin tidak mengamalkan agama ini, atau bahkan mereka berusaha mengeluarkannya dari agama Islam untuk mengikuti agama mereka.

Allah berfirman : “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah : “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar). “Dan sesungguhnya jika kamu mau mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. Al- Baqarah : 120).

Oleh karena itu kita sebagai kaum muslimin wajib untuk mensyukuri nikmat-nikmat Allah tersebut, mengakui serta menjaganya, niscaya Allah akan menambah nikmat-Nya kepada kita. Akan tetapi tatkala kita mengingkari nikmat Allah kepada kita apabila ni’mat yang besar ini, Allah akan menggantikannya dengan adzat-Nya yang pedih.

Allah berfirman : “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan : “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. “(QS. Ibrahim : 7).

Kita minta kepada Allah agar kita di beri kemudahan untuk bersyukur kepada-Nya dan juga kita meminta kepada-Nya untuk menjaga agama kita, berilmu amaliah dan beramal ilmiah serta kita memohon agar meninggal dalam keadaan tetap memeluk agama Islam. Amin Ya Rabbal ‘alamin.

Wallahu a’lam bish shawab.

i love islam

Sumber : BULETIN DAKWAH AT-TASHFIYYAH, Surabaya Edisi : 08 / Dzulhijjah / 1424

http//: www.darussalaf.org versi offline
@ http://senyumkudakwahku.blogspot.com/


Baca Artikel Diskusi Islam Menarik dan Bermanfa'at Lainnya Disini

Senin, 12 Maret 2012

Makna Dinul Islam

Ust. DR. Ahzami Zajuli 
makna islam
Agama Islam berasal dari Allah. Memahami Islam secara benar akan mengantarkan umatnya untuk mengamalkannya secara benar pula. Sekarang ini problematika umat yang mendasar yaitu ketidak fahaman terhadap Al Islam sebagaimana yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu memahami "Dinnul Islam" adala suatu keharusan bagi umat Islam.
Pertama untuk memahami Islam secara benar adalah memahami makna kata ISLAM secara lughowi (bahasa). Al Islam berasal dari akar kata salima, mengandung huruf-huruf :sin, mim dan lam. Dari ketiga huruf tersebut akan menurunkan kata-kata jadian yang kesemuanya memiliki titik temu (al istiqo al kabir). Dari kata salamamuncul:

1. Aslama 
Artinya adalah menundukan atau menghadapkan wajah. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat An Nisa ayat 125:
" Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya   kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan dia mengikuti agam ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya".
               
Allah ingin memberikan pemahaman bahwa orang yang terbaik dalam ketundukannya kepada Allah yaiyu orang yang menundukan wajahnya dan berarti seluruh jiwa dan raganya merupakan cerminan dari ketundukan kepada Allah. Rahasia kata wajah dalam al qur'an ialah:
a. Dari segi bahasa wajh(muka) adalah anggota tubuh yang paling mulia.
b. Kata wajhada hubungannya dengan kata iftijah (arah / orientasi), artinya seorang muslim orientasinya hanya kepada Allah.

2. Sallama 
 
Artinya menyerahkan diri, jadi orang yang beragama Islam (muslim) adalah orang yang sacara totalitas menyerahkan dirinya hanya kepada Allah saja dan hal tersebut adalah konsekuensi logis akan keimanan dan ke-Islaman seorang muslim. Sesuai firman Allah dalam Al Qur'an surat An Nisa ayat 65 : " Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima sepenuhnya".

3. Salaama
Artinya kesejahterahan atau keselamatan, jadi orang yang mengikuti ajaran Islam adalah orang yang selamat baik dunia maupun akhirat. Keselamatan tersebut adalah menurut Allah yaitu keselamatan dalam arti yang sebenarnya, sebagaimana firman Allah pada surat Al An'am ayat 54:   " Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami datang kepadamu,maka katakanlah "Salamun ‘alaikum" , Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan diantara kamu lantaran kejahilan, kemudian bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
               
Keselamatan dan kesejahterahan dalam Islam bukan hanya diperuntukan kaum muslimin saja tetapi juga untuk umat manusia yang lainnya bahkan flora dan faunapun merasa aman. Contoh dalam suasana peperangan, pemimpin pasukan muslim ketika melepas pasukannya memberikan wasiat agar tidak membunuh orang-orang tua, wanita-wanita yang tidak ikut berperang dan anak-anak kecil serta tidak boleh merusak tempat-tempat ibadah juga tidak boleh menebang pohon-pohonan.
               
Sebaliknya jika manusia tidak mengamalkan Islam baik yang muslim atau bukan maka manusia dan makhluk lainnya terancam keselamatannya.

4. Siliim
Artinya kedamaian, jadi Islam mengajak umat manusia ke kehidupan yang penuh kedamaian. Allah berfirman dalam surat Al Baqorah ayat 208: " Hai orang-orang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara menyeluruh dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan adalah musuh yang nyata bagimu ". Tiada kedamaian yang hakiki kecuali dalam Islam, perdamaian yang tidak berangkat dari ajaran Islam adalah semu. Oleh karena itu orang banyak tertipu dengan slogan-slogan perdamaian yang disampaikan oleh orang-orang yang tidak islami. Dengan begitu ketika manusia tidak mengikuti ajaran Islam berarti dia tidak menikmati kedamaian baik dunia maupun akhirat.

Allah berfirman dalam hadist kutsi " telah Ku ciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif". Hanif ialah kecendrungan kepada kebenaran dan jauh kepada kebatilan. Tetapi mengapa manusia banyak melakukan kemaksiatan-kemaksiatan dan jauh dari Allah, ini karena peran syaitan dengan langkah-langkahnya membuat manusia jauh dari Allah. Sesuai dengan firman Allah surat Al baqorah ayat 208 diatas yang bermakna bagi 0rang-orang yang beriman tidak menyeluruh masuk ke dalam Islam berarti dalam perangkap syaitan dan syaitan adalah musuh manusia yang jelas.

5. Sullam
Artinya adalah tangga. Tangga bermakna bertahap, ini menggambarkan kepada manusia bahwa ajaran Islam memperhatikan apa yang disebut tadarruj (tahapan). Dicontohkan ketika Allah mengharamkan Khomer(minuman keras). Pada saat Islam turun di Mekkah perikehidupan manusianya penuh jahiliyahan(kebodohan) dan kebiasan minum Khomeratau arak sudah menjadi tradisi sedangkan arak tersebut adalah minuman yang merusak akal tetapi Al qur'an tidak langsung mengharamkan sejak awal. Banyak para sahabat nabi ketika itu termasuk Umar bin Khattab r.a suka meminum khomer walaupun sudah berislam. Setelah 13 tahun Rasulullah berdakwah, barulah turun ayat yang mengharamkan khomer dan pada saat itu banyak jalan-jalan di Madinah menjadi sungai khomer.
               
Dalam penciptaan bumi Allah melakukannya secara bertahap yaitu dalam 6 masa walaupun sebenarnya Allah hanya sekali saja dapat menciptakan bumi. Hal ini memberikan pelajaran bahwa munculnya sesuatu membutuhkan proses. Begitu pula didalam da'wah Islam yang merupakan kewajiban seorang muslim yang harus disampaikan kepada seluruh manusia yang prosesnya harus tadarruj.
               
Dengan begitu orang yang memeluk agama Islam adalah orng yang menaiki tangga menuju ketinggian martabat manusia yang akan mendapatkan kedudukan dihadapan Allah yang sangat tinggi. Ketinggian martabat Islam terletak sejauh mana seorang muslim komitmen terhadap Islam.


Makna Islam Secara Istilah

1.  Al wahyu illahi ( Wahyu Allah)
Secara istilah Al-Islam  ialah suatu ajaran dimana manusia harus tunduk pada wahyu-wahyu Allah yang diturunkan melalui nabi-nabinya terutama Rasulullah saw. Al qur'an adalah wahyu Allah yang diturunkan melalui nabi Muhammad saw jadi Islam adalah Al qur'an dan Al qur'an adalah petunjuk Allah, sesuai dengan firman-Nya: " Sungguh Al Qur'an ini memberikan petunjuk yang lurus". Dengan kata lain Islam itu apa yang di firman Allah dan disabdakan oleh Rasulullah saw.

2.  Islam dinnul anbiya (Islam agama para nabi dan mursalin)
Islam merupakan agama para nabi mulai dari nabi Adam As sampai nabi yang terakhir yaitu Nabi Muhammad saw. Sebagaimana yang dikisahkan dalam Al qur'an, Nabi Nuh As bersabda " Dan aku diperintahkan menjadi orang-orang Islam ". Juga Nabi Ibrahim As bersabda "Jadikanlah Ya Allah orang-orang yang beragama Islam, aku dan anakku (Ismail As)".

3.  Islam minhajul hayat ( Islam pedoman kehidupan )
Al minhaj wal manhaj at thorighul wadih artinya minhad(pedoman / sistem) atau manhadadalah jalan yang jelas. Islam adalah pedoman dalam seluruh aspek kehidupan  politik, sosial dan badaya meliputi dimensi ruang dan waktu. Islam meurpakan ajaran yang universal

Bedanya Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW dengan risalah yang dibawa rasul lainnya ialah bahwa Islam yang dibawa nabi yang terdahulu bersifat lokal hanya untuk kaumnya saja tetapi Islam yang diturunkan melalui nabi Muhammad saw untuk seluruh manusia rahmatan lil'alamin (rahmat semesta alam), karena itu hukum Islam berlaku untuk semua baik muslim maupun non muslim.
               
Jika suatu negara menerapkan hukum Islam maka hukum yang berlaku bukan hanya untuk kaum muslim saja atau non muslim saja melainkan untuk seluruhnya sebagaimana yang dicontohkan pada masa Rasulullah dan para sahabatnya,  inilah keadilan Islam. Tidak ada  pedoman hidup atau perundangan-undangan yang menandingi hukum Islam. Sebagai contoh negara Amerka Serikat pada tahun 1919 memberlakukan undang-undang yang melarang minuman keras tetapi karena sebagianbesar penduduknya tidak siap maka undang-undang tersebut dicabut pada tahun 1933.
               
Hanya 14 tahun undang-undang pelarangan Mminuman keras berlaku pada saat itu hampir jutaan orang dipenjara karena melanggar undang-undang tersebut  dan jutaan dollar keluar untuk mengurusi malah tersebut, tetapi akhirnya tidak mampu mengatasi karena orang-orang Amerika Serikat tidak tunduk pada peraturan. Sedangkan hukum / undang-undang Islam dipersiapkandahulu manusianya dengan kondisi keimanan sebagaimana saat Allah mengharamkannya khomer, jalan-jalan di Madinah dibanjiri khomer yang dibuang oleh kaum muslimin.

4.  Ahkamullah fi kitabihi wa sunnaturrasulihi ( hukum Allah yang ada dalam Al Qur'an dan As Sunnah)
 Islam itu adalah hukum-hukum Allah yang terkandung dalam Al Qur'an dan Al Hadist. Al hadist (Sunnah Rasul) unrtuk menjenlaskan ayat-ayat Al Qur'an agar manusia lebih memahami. Dan Al Qur'an adlah kitab yang tranfaran yang dapat dibaca oleh setiap manusia, ini bukti bahwa seorang muslim bercermin pada pribadi Rasulullah.

5.   As Sirathul Mustaqim (Jalan yang lurus)
Islam adalah jalan yang lurus. Seorang muslim ialah orang yang jalannya lurus, sebagaimana yang terdapat dalam surat  Al Fatihah " Tunjukilah kami jalan yang lurus".

6.   Salaamutul dunia wal akhirat (selamat dunia dan akhirat)
 Islam adalah keselamatan dunia dan akhirat. Dicontohkan pada zaman kehidupan Rasul bersama para sahabatnya dapat disebut juga zaman kebersihan jiwa. Dikisahkan dengan seorang wanita Al Ghomidiah yang telah ber-zina, dan dilaporkannya perbuatan tercela tersebut kepada Rasulullah saw agar dia dihukum. Tetapi tidak langsung memberlakukan hukum rajam karena teryata wanita itu dalam keadaan hamil, Rasulullah memerintahkannya agar pulang dan kembali lagi setelah melahirkan. Setelah melahirkan wanita itu datang kembali menemui Rasulullah agar segera dihukum, tetapi wanita tersebut diperintahkan pulang agar menyusui bayinya sampai cukup besar. Beberapa lama kemudian setelah 2 tahun menyusui bayinya wanita tersebut datang kepada Rasulullah, barulah Rasulullah memberlakukan hukum rajam kepada waniti Al Ghomidiah tersebut. Kisah tersebut menunjukan bahwa wanita itu lebih takut azab Allah yang lebih dasyat daripada siksa dunia. Keselamatan dunia dan akhirat yang benar adalah menurut  Allah dan Rasul-Nya. Ketika mengajak umat manusia untuk memeluk Islam berarti mengajak kepada keselamatan dunia dan akhirat.

Jihad adalah suatu keselamatan karena kalau tidak berjihadyang terjadi adalah kezholiman. Jika kezholiman berkuasa maka tidak akan menjamin adanya keselamatan dan jihad diwajibkan oleh Allah karena adanya kezholiman.Surat Al Hajj ayat 39 menjelaskan " Telah diizinkan ( berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu ". Abu Bakar r.a. berwasiat  "Jika suatu kaum meninggalkan jihad maka kaum tersebut akan dihinakan".


Islam menurut lughawi  ( definisi )

1. Dinnul haq ( Agama yang benar )
Kebenaran yang hakiki hanya datang dari Allah, bukan dari bapak-bapak atau nenek-nenek moyang manusia. Sesuai firman Allah pada surat Al Maaidah ayat 104, " Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan Rasul". Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati dari bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?"

Islam adalah agama yang haq(benar) maka papun yang bertentangan dengan Islam adalah bathil. Seperti yang dijelaskan dalam Ai Qur'an Surat Yunus ayat 32 ".... maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. ..."

2.  Dinnullah ( Agama Allah )
Islam disebut Dinnullahajaran Islam berasal dari Allah. Allah berfirman dalam Al Qur'an surat Al Imran ayat 19: "Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. ..."

3. Dinnul Islam
Kehidupan muslim harus tunduk kepada Islam. Ad din artinya ketundukan, ketundukan atau ketaatan seorang muslim terhadap Allah dan Rasul-Nya hukumyan adalah mutlak .

Pemahaman Islam sesuai yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya adalah Islam yang Ya'lu wala
yu'la alaihi ( Islam adalh tinggi dan tiada yang menandinginya ). Ketinggian umat Islam berbanding lurus dengan ketinggian Islam. Jika umat Islam berkomitmen terhadap Islam maka menjadi umat yang tinggi dan berwibawa, tetapi jika umat Islam meninggalkan Islam maka umat itu akan dihinakan.

Pertanyaan :
1.  Pada firman Allah dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 208 yang menjelaskan bahwa umat    Islam harus ber-Islam secara kaffah(menyeluruh), bagaimana dengan umat Islam yang tidak kaffah  (hanya sebagian-sebagian saja)?
2. 
Adakah kesamaan makna din  dengan agama yang berarti tidak kacau?

Jawaban:
1.  Dilihat lebih dahulu apa yang menyebabkan seorang muslim itu tidak mengamalkan Islam secara menyeluruh?  Kalau karena menolak sebagian jelas itu tidak diperbolehkan. Tetapi kalau karena keterbatasannya atau kondisi yang membuat demikian ......... Setiap pribadi muslim berkewajiban berupaya untuk semaksimal mungkin mengamalkan Islam secara menyelurh sesuai dengan potensinya.
2.  Ad dinartinya ketundukan tetapi ditengah masyarakat ad din adalah agama tetapi bukan berarti ad din dapat diartikan tidak kacau ini diakibatkan karena keterbatasan bahasa Indonesia. Untuk para Ulama yang menggunakan ad din disamakan dengan agamahal itu hanya untuk mendekatkan pemahaman terhadap masyarakat.

Pertanyaan :
Islam berbanding lurus dengan umat Islam. Bagaimana komitmen umat Islam yang cendrung berkurang bahkan hampir tidak ada?

Jawaban :
Mengetahui relialita seorang muslim dalam mengamalkan ajaran Islam adalah suatu yang baik untuk mengetahui ke-Islaman muslim tersebut. Jangan diasumsikan jika umat Islam terbelakang maka Islam yang disalahkan. Islam bebas dari kesalahan-kesalahan tersebut.
Komitmen seorang muslim terhadap Allah akan mendapat balasan dari Allah, sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur'an surat Muhammad ayat 7: "Hai orang-orang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu". Janji Allah harus dibuktikan dengan amal perbuatan.

Fenomena keterbelakangan umat Islam ini membuktikan bahwa umat Islam masih belum memperjuangkan dinnullah secara benar atau masih banyak melakukan kemaksiatan-kemaksiatan, sebagaimana Khalifah Umar r.a. pernah berkata "Kemaksiatan kami lebih kami khawatirkan dari musuh-musuh kami". Islam adalah satu-satunya arternatif dan barang siapa yang mencari alternatif selain Islam maka ia akan menjumpai kegagalan dalam segala kehidupan.

Pertanyaan :
1. Apakah ketinggian Islam itu hanya pada masa tertentu saja? Contohnya ketika Islam berkembang di Andalusia Spanyol.
2. Apakah ciri-ciri dari umat Islam menunjukan ketinggiannya?

Jawaban :
1.  Selama umat Islam komitmen terhadap Islam pasti akan mendapati ketinggian Islam dan Islam tetap tinggi kapan dan dimanapun karena dijaga oleh Allah. Izzatuna (kemuliaan kami) hanya pada Islam, ketinggian Islam tidak dibatasi oleh waktu. Bangsa manapun yang bersama Islam maka bangsa itu akan tinggi.
2. 
Umat Islam akan menuikmati ketinggian Islam, jika umat Islam melakukan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah beserta para sahabatnya. Segala problematika yang kini terjadi solusinya adalah harus kembali kepada Islam.

Senin, 07 November 2011

Ihsan Dalam Beribadah

Kualitas bisa menandingi kesekian kuantitas” Demikianlah ungkapan yang banyak tersebar di media masa. Sebagai seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tentu kita sangat menginginkan amalan-amalan ibadah yang kita lakukan di dunia, mendapat balasan yang sangat banyak di akhirat kelak. Kita semua berharap dengan amalan ibadah kita yang sedikit, kita akan mendapat pahala yang berlipat ganda nanti di akhirat. Dengan apakah hal itu bisa terwujud? Salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas amalan ibadah kita. Pada pembahasan kami kali ini, kami akan membahas tentang ihsan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala. Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua untuk bisa melakukan amalan-amalan yang Dia cintai dan Dia ridhai.
Pembagian Ihsan
Sebelum kami membahas lebih jauh tentang ihsan dalam beribadah, perlu diketahui sebelumnya bahwa pada dasarnya, ihsan terbagi menjadi dua: (1) ihsan dalam ibadah kepada Allah; dan (2) ihsan dalam menunaikan hak-hak makhluk. Ihsan dalam beribadah kepada Allah – jenis yang akan dibahas di sini –  terbagi menjadi dua, yaitu ihsan yang wajib dan ihsan yang mustahab (sunah), sebagaimana ihsan dalam menunaikan hak-hak makhluk juga terbagi menjadi dua, yaitu ihsan yang wajib, dan ihsan yang mustahab (sunah). (Lihat Hushulul Ma-mul karya Syaikh Abdullah al-Fauzan hafidzahullah)
Ihsan yang Wajib dalam Beribadah
Ihsan yang wajib ialah seseorang beribadah kepada Allah Ta’ala dengan memenuhi dua syarat diterimanya ibadah, yaitu ikhlas dan ittiba’(mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik (lebih ihsan) amalnya.” (QS. Huud: 7)
Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah mengatakan tentang ayat tersebut, “Yaitu amal yang paling ikhlas dan paling benar (sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam). Sesungguhnya suata amalan, jika dia ikhlas tetapi tidak benar; maka amalan tersebut tidak diterima. Demikian juga sebaliknya, jika suatu amalan benar, tetapi tidak ikhlas; maka amalan tersebut juga tidak diterima. Amalan hanya akan diterima jika dia ikhlas dan benar.”
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya terhadap ayat tersebut, “Suatu amalan tidak dapat dikatakan ihsan, sampai amalan tersebut ikhlas hanya untuk Allah Ta’ala dan sesuai dengan syariat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Tafsir al-Quranil ‘Adzim)
Kenapa Pahalanya Berbeda?
Pahala yang Allah berikan kepada hamba-Nya atas amal ibadah yang telah dia lakukan, berbeda-beda. Ada diantara mereka yang mendapat pahala sepuluh kali lipat, ada yang tujuh ratus kali lipat, bahkan ada yang jauh lebih banyak dari itu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bermaksud berbuat kebaikan, kemudian dia mengamalkannya; maka Allah akan mencatatnya di sisi-Nya dengan sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipatnya, bahkan sampai jumlah yang banyak sekali.” (Muttafaqun ‘alaih)
Kenapa demikain? Bukankah amalan yang dilakukan sama? Bukankah ibadahnya sama-sama diterima di sisi Allah Ta’ala? Kenapa balasan kebaikannya berbeda? Salah satu alasannya adalah perbedaan tingkatan ihsan seorang hamba ketika melakukan ibadah tersebut.
Sebagai misal, orang yang shalat ashar dengan khusyuk dari takbiratul ihram sampai salam, tentu mendapat pahala yang lebih banyak dari orang yang mengamalkan ibadah serupa, tetapi khusyuknya hanya dua rakaat saja. Orang yang khusyuk pada dua rakaat, pahalanya lebih banyak dari orang yang khusyuknya hanya satu rakaat saja. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ada seorang hamba yang selesai dari shalatnya tetapi tidak ditulis pahala (penuh) baginya, kecuali setengahnya, atau sepertiganya, atau seperempatnya, hingga beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘sepersepuluhnya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan selain keduanya)
Ihsan yang Mustahab
Kadar ihsan seorang hamba ketika melaksanakan ibadah berbeda-beda. Pahala yang dia dapatkan dari ibadah tersebut pun berbeda-beda, sesuai dengan tingkat ihsannya. Setelah kita menunaikan ihsan yang wajib terkait dengan amalan ibadah (yaitu ikhlas dan ittiba’), hendaknya kita melanjutkannya dengan melakukan sunah-sunahnya. Ihsan yang mustahab (sunah) terbagi menjadi dua tingkatan:
1. Tingkatan Musyahadah
Yaitu seseorang beribadah kepada Allah seolah-oleh dia melihat-Nya. Maksud melihat di sini bukanlah melihat dzat-Nya, tetapi melihat sifat-sifat-Nya, yaitu dengan melihat bekas-bekas dari sifat-sifat-Nya yang bisa disaksikan pada ciptaan-Nya.
Ilmu dan keyakinan seorang mukmin dengan nama-nama Allah Ta’ala dan sifat-sifat-Nya akan menjadikannya mengembalikan segala sesuatu yang dia lihat di alam ini kepada salah satu nama di antara nama-nama Allah atau sifat diantara sifat-sifat-Nya. Ketika dia melihat sesuatu yang menyenangkan, maka dia langsung ingat akan keluasan rahmat-Nya. Ketika dia melihat suatu musibah, maka dia langsung ingat akan kekuasaan Allah dan dalamnya hikmah-Nya. Dia senantiasa mengembalikan segala sesuatu yang dia lihat kepada nama diantara nama-nama Allah Ta’ala atau sifat diantara sifat-sifat-Nya. Dengan demikian, maka nama-nama Allah yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha tinggi akan senantiasa hadir dalam hatinya, khususnya ketika beribadah kepada Allah Ta’ala.
2. Tingkatan Muraqabah
Yaitu seseorang beribadah kepada Allah Ta’ala dengan disertai perasaan bahwasanya Allah senantiasa mengawasinya. Jika seorang hamba beribadah kepada Allah dengan perasaan demikian, maka dia akan senantiasa berusaha membaguskan ibadahnya karena Allah Ta’alasenantiasa mengawasinya. Ketika dia memulai shalat, dia yakin bahwa Allah mengawasinya dan dia sedang berdiri dihadapan-Nya. Oleh karena itu, dia akan senantiasa memperhatikan gerakan-gerakan di dalam shalat tersebut, dan membaguskannya. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari al-Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya.” (QS. Yunus: 61)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika menjelaskan tentang makna ihsan, “Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Namun, jika engkau tidak bisa melakukannya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim)
Tingkatan yang pertama (tingkatan musyahadah) ditunjukkan oleh sabda beliau, “Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya.” Sedangkan tingkatan muraqabah, yaitu tingkatan yang lebih rendah dari tingkatan musyahadah, ditunjukkan oleh sabda beliau, “Namun, jika engkau tidak bisa melakukannya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.
Demikialah sedikit bahasan tentang ihsan dalam beribadah. Semoga  Allah Ta’ala senantiasa  memberikan taufik-Nya kepada kita semua untuk dapat ihsan dalam semua amal ibadah kita kepada-Nya. Semoga Allah menerima semua amalan kita, dan memberikan balasan yang berlipat ganda nanti di akhirat.
Rujukan utama:
Syarh Arbain oleh Syaikh Shalih Alu Syaikh hafidhahullah.
Penulis: Abu Ka’ab Prasetyo
Artikel Muslim.Or.Id