Senin, 18 Februari 2013

Memo Dari Tuhan

Tanggal: Hari ini
Kepada: Kamu/Anda
Dari: Boss
Perihal: Dirimu
Reff: Hidupmu


Saya, Tuhanmu, Hari ini Saya akan menangani semua masalah anda. Harap diingat bahwa Saya tidak butuh bantuan anda.

Jika kehidupan yang anda jalani saat ini membawa anda pada situasi yang tidak dapat anda tangani maka janganlah coba-coba untuk mengatasinya. Mohon letakkan permasalahan anda tersebut pada kotak ADT (Akan Diselesaikan Tuhan). Semuanya akan diselesaikan, tapi dalam ukuran waktu Saya, bukan anda.

Setelah masalah diletakkan dalam kotak, jangan pernah anda kembali memperhatikannya, kembali menengoknya dan mengkhawatirkannya kembali. Sebaiknya anda fokus pada hal-hal lain indah yang sudah dan akan hadir dalam hidup anda.

Jika anda mengalami hal-hal buruk dalam pekerjaan, pikirkan orang lain yang tidak memiliki pekerjaan selama bertahun-tahun.

Jika hubungan cinta anda atau kondisi keluarga anda semakin memburuk, pikirkan orang lain yang tidak pernah merasakan rasanya mencintai dan dicintai.

Jika anda sedih karena tidak bisa menikmati libur akhir pekan, pikirkanlah seorang janda miskin yang harus bekerja hampir seharian dan seminggu penuh untuk memberi makan anak-anaknya.

Jika tiba-tiba mobil/kendaraan anda rusak di tengah jalan yang sepi dan jauh dari pertolongan, pikirkan orang lain yang tidak memiliki kaki atau lumpuh yang tidak dapat berjalan normal.





Jika anda tiba-tiba melihat rambut anda sudah mulai memutih beruban, pikirkanlah pasien kanker yang rambutnya rontok karena harus menjalani kemoterapi.

Jika anda bingung memikirkan dan merenung tentang hidup dan menanyakan maksud Saya terhadap hidupmu, maka bersyukurlah karena masih banyak orang yang tidak memiliki kesempatan untuk berpikir.

Jika anda menganggap diri anda telah menjadi korban dari ketidaktahuan orang lain, ketidakpedulian orang lain atau ketidaktoleransian orang lain atau yang lebih buruk lagi, mungkin anda juga termasuk salah satu dari mereka yang intoleran dan tidak peduli.

Jika anda memutuskan untuk meneruskan surat ini kepada orang lain, maka anda mungkin telah menyentuh hidup mereka dengan cara yang tidak pernah anda tahu!

Terima kasih.

Tuhan

Kamis, 14 Februari 2013

Cinta yang Salah


cinta dalam islam


CopasMania
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustaz Hasan Basri Tanjung, MA.

Suatu ketika, Baginda Rasulullah Saw pernah berpesan yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Said Al-Khudri, ”Kamu akan mengikuti sunnah (tradisi) orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai mereka masuk ke dalam lubang biawak pun, kamu tetap mengikuti mereka. Kami bertanya :’Wahai Rasulullah, apakah yang Tuan maksudkan itu adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani’ ? Rasul Menjawab; ’Kalau bukan mereka siapa lagi?”

Keprihatinan yang mendalam bagi kita orang tua yang memiliki anak remaja khususnya dan umat Islam seluruh dunia, terhadap fenomena yang sudah merasuk dan menggerogorti remaja Muslim, bukan hanya di Indonesia tapi juga di berbagai belahan dunia.

Tentu saja tidak cukup dengan keprihatinan, tapi harus dengan aksi nyata yakni meningkatkan peranan orang tua dan masyarakat dalam mendidikan generasi muda.

Setiap tanggal 14 Februari dirayakan sebagai Valentine’s Day (Hari Kasih Sayang). Kasih sayang yang bermakna kebobrokan moral atau kemaksiatan yang berbaju kasih sayang.  Fenomena ini merambah luas  baik di perkotaan maupun di pedesaan.    
 
Kata Valentine berasal dari bahasa Latin yang berarti 'Yang Maha Perkasa', 'Yang Maha Kuat dan Maha Kuasa'. Kata ini ditujukan kepada Nimroe dan Lupercus, tuhan orang Romawi.

Jadi, ketika kita meminta orang menjadi to be my Valentine, berarti itu sama dengan kita meminta orang menjadi 'Sang Maha Kuasa' terhadap diri kita.

Di sinilah mulai muncul problem akidah, yakni kemusyrikan. Karena menjadikan sesuatu sebagai ilah (sesembahan dan penguasa hidup) yang bertentangan dengan Tauhid (mengesakan Allah SWT).

Perayaan Valentine’s day sendiri berasal dari perayaan ritual Lupercalia yang merupakan rangkaian upacara penyucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Pada hari itu, para pemuda mengundi nama-nama gadis di dalam kotak.

Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan nama gadis yang keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk bersenang-senang.

Ketika Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara ini menjadi nuansa Katolik dan mengganti nama gadis-gadis tersebut dengan nama Paus atau Pastor. 

Pada abad ke-3 Masehi, Santo Valentine (seorang pemimpin Katolik) bersama temannya Santo Marius secara diam-diam menentang pemerintahan Kaisar Claudius II.
Kaisar memerintahkan menangkap dan memenjarakan Valentine karena menyatakan tuhannya adalah Isa Al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan Romawi. 

Lalu ia dihukum gantung pada 14 Februari 269 M. Dari kejadian itulah, Paus Gelasius meresmikan 14 Februari 496 sebagai Valentine’s Day untuk mengenang Santo Valentine.

Oleh karena itu, setiap perayaan, seperti akad nikah, resepsi, acara keluarga dan sejenisnya yang mengaitkan dengan momentum Valentine’s Day, merupakan pengakuan akan ritual agama Romawi dan kristiani tersebut.   

Apalagi dijadikan sebagai justifikasi untuk melakukan kemaksiatan kolektif yang merusak akidah dan akhlak remaja kita (pesta seks dan hura-hura).

Bukan berarti Islam tidak mengajarkan Kasih Sayang. Justru, kasih sayang sendiri berasal dari nama Allah SWT. yakni Ar-Rahman dan Ar-Rahim yang mesti menghiasi (akhlak karimah) setiap pribadi Muslim. 

Cinta dan kasih sayang adalah fitrah dan karunia Ilahi yang semestinya dimuliakan dan tidak patut diekspresikan dalam bentuk kemaksiatan  untuk dan atas nama cinta.   

Perayaan Valentine’s Day merupakan kejahiliyahan modern yang lebih berbahaya dibanding dengan jahiliyah Bangsa Arab dahulu yang konvensional dan lokal.

Meniru dan ikut-ikutan terhadap suatu budaya berarti sama saja dengan mereka. Nabi SAW. mengingatkan hal ini jauh hari, ”Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongan mereka”. (HR. Abu Daud dan Imam Ahmad dari Ibnu Umar). 

Jangan kita biarkan mereka tersesat, karena kita akan bertanggung jawab kelak di hadapan Pengadilan Rabbul Jalil, Allah SWT.

Untuk itu, setiap orang tua harus mengawasi dengan ketat anak-anak remajanya pada waktu perayaan itu tiba dan bertanggung jawab menjaga keluarga dari api neraka.(QS.66:6). Allahu a’lam bish-shawab.***



Redaktur : Damanhuri Zuhri
http://www.republika.co.id

Kebudayaan dan Peradaban


   Kebudayaan dan Peradaban ; Antara Barat dan Islam

“Kebudayaan” dan “Peradaban” adalah dua istilah yang hampir mirip namun sebenarnya memiliki makna yang berbeda.
Kebudayaan dalam bahasa Inggris disebut culture. Sebuah istilah yang relatif baru karena istilah ‘culture’ sendiri dalam bahasa Inggris baru muncul pada pertengahan abad ke-19. Sebelum tahun 1843 para ahli anthropologi memberi arti kebudayaan sebagai cara mengolah tanah, usaha bercocok tanam, sebagaimana tercermin dalam istilah agriculture dan holticultura. Hal ini dapat dimengerti karena istilah culture ini berasal dari bahasa Latin colere yang berarti pemeliharaan, pengolahan tanah menjadi tanah pertanian. Dalam arti kiasan kata itu juga diberi arti “pembentukan dan pemurnian jiwa”.
Akar kata “kebudayaan” ini adalah kata “budaya” yang berasal dari bahasa Sansekerta yaitu kata buddayah. Kata buddayah berasal dari kata budhi atau akal. Dalam hal ini, manusia diyakini memiliki unsur-unsur potensi budaya yaitu pikiran (cipta), rasa dan kehendak (karsa). Hasil ketiga potensi budaya itulah yang disebut kebudayaan. Dengan kata lain kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. 
Definisi yang lebih luas dikemukakan oleh E. B. Tylor yang menyatakan bahwa “Kebudayaan adalah suatu keseluruhan kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan, seni, susila, hukum adat dan setiap kecakapan dan kebiasaan seseorang sebagai anggota masyarakat.” 
Dengan definisi yang diberikan oleh E.B. Tylor ini –dan para ahli lain yang sependapat– menyebabkan apa yang disebut ‘kebudayaan’ sering disamakan dengan ‘peradaban’. Padahal keduanya amat berbeda. Dalam perkembangannya malahan pengertian istilah budaya dan kebudayaan hanya dibatasi pada kebiasaan-kebiasaan atau tradisi yang berlaku dalam masyarakat.
Adapun istilah “peradaban” dalam bahasa Inggris disebut civilization. Istilah peradaban ini sering dipakai untuk menunjukkan pendapat dan penilaian kita terhadap perkembangan kebudayaan. Pada waktu perkembangan kebudayaan mencapai puncaknya yang berwujud unsur-unsur budaya yang halus, indah, tinggi, sopan, luhur, dan sebagainya, maka masyarakat pemilik kebudayaan tersebut dikatakan telah memiliki peradaban yang tinggi.
Dengan batasan-batasan pengertian di atas, maka istilah peradaban sering dipakai untuk hasil-hasil kebudayaan seperti kesenian, ilmu pengetahuan dan teknologi, adat sopan santun serta pergaulan. Selain itu juga kepandaian menulis, organisasi bernegara serta masyarakat kota yang maju dan kompleks.  Ini mengingat tinggi rendahnya peradaban suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh faktor pendidikan, kemajuan dan ilmu pengetahuan.
Pengertian yang lain menyebutkan bahwa peradaban adalah kumpulan seluruh hasil budi daya manusia, yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik fisik (misalnya bangunan, jalan), maupun non-fisik (nilai-nilai, tatanan, seni budaya, maupun iptek).
Huntington memberi definisi bahwa peradaban adalah sebuah entitas terluas dari budaya, yang teridentifikasi melalui unsur-unsur obyektif umum, seperti bahasa, sejarah, agama, kebiasaan, institusi, maupun melalui identifikasi diri yang subyektif. Berangkat dari definisi ini, maka masyarakat Amerika –khususnya Amerika Serikat– dan Eropa yang sejauh ini disatukan oleh bahasa, budaya dan agama dapat diklasifikasikan sebagai satu peradaban, yakni peradaban Barat.
Lebih lanjut Huntington menyatakan bahwa term “Barat”, secara universal, digunakan untuk menunjuk pada apa yang disebut dunia Kristen Barat. Dengan demikian, “Barat” merupakan sebuah peradaban yang dipandang sebagai “penunjuk arah” dan tidak diidentikkan dengan nama orang-orang tertentu, agama, atau wilayah geografis. Akan tetapi pengidentifikasian ini mengangkat peradaban dari historisitas, wilayah geografis, dan konteks kulturalnya. Secara historis, peradaban Barat adalah peradaban Eropa, namun di era modern ini yang dimaksud dengan peradaban Barat adalah peradaban Eroamerika (Euroamerican) atau Atlantik Utara.
Dari beberapa pengertian “kebudayaan” dan “peradaban” tersebut di atas tampak sekali terdapat perbedaan di antara keduanya. Di sini, pemikiran yang lebih jelas tentang perbedaan “kebudayaan” dan “peradaban” dapat dijumpai dalam pemikiran filosof mazhab Jerman, seperti Edward Spranger yang mengartikan “kebudayaan” sebagai segala bentuk atau ekspresi dari kehidupan batin masyarakat. Sedangkan peradaban ialah perwujudan kemajuan teknologi dan pola material kehidupannya.
Dengan demikian, maka sebuah bangunan yang indah sebagai karya arsitektur mempunya dua dimensi yang saling melengkapi: dimensi seni dan falsafahnya berakar pada kebudayaan, sedangkan kecanggihan penggunaan material dan pengolahannya merupakan hasil peradaban. Dengan kata lain, kebudayaan ialah apa yang kita dambakan, sedangkan peradaban ialah apa yang kita pergunakan. Kebudayan tercermin dalam seni, bahasa, sastra, aliran pemikiran falsafah dan agama, bentuk-bentuk spiritualitas dan moral yang dicita-citakan, falsafah dan ilmu-ilmu teoritis. Peradaban tercermin dalam politik praktis, ekonomi, teknologi, ilmu-ilmu terapan, sopan santun pergaulan, pelaksanaan hukum dan undang-undang.
Sejalan dengan pemikiran Spranger ini adalah Effat al-Syarqawi yang mengartikan “kebudayaan” sebagai khazanah sejarah suatu bangsa/masyarakat yang tercermin dalam pengakuan/kesaksiannya dan nilai-nilainya, yaitu kesaksian dan nilai-nilai yang menggariskan bagi kehidupan suatu tujuan ideal dan makna rohaniah yang dalam, bebas dari kontradiksi ruang dan waktu. Dengan kata lain, “kebudayaan” adalah struktur intuitif yang mengandung nilai-nilai rohaniah tertinggi, yang menggerakkan suatu masyarakat melalui falsafah hidup, wawasan moral, citarasa estetik, cara berpikir, pandangan dunia (weltanschaung) dan sistem nilai-nilai.
Adapun “peradaban” ialah khazanah pengetahuan terapan yang dimaksudkan untuk mengangkat dan meninggikan manusia agar tidak menyerah terhadap kondisi-kondisi di sekitarnya. Di sini “peradaban” meliputi semua pengalaman praktis yang diwarisi dari satu generasi ke generasi lain. Peradaban tampak dalam bidang fisika, kimia, kedokteran, astronomi, ekonomi, politik praktis, fiqih mu’amalah, dan semua bentuk kehidupan yang berkaitan dengan penggunaan ilmu terapan dan teknologi.
Kaitannya dengan pengertian-pengertian tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan “peradaban Islam”, menurut Muhammad Husain Abdullah, adalah “sekumpulan pandangan tentang kehidupan menurut sudut pandang Islam.” Pengertian yang lain menyebutkan bahwa “peradaban Islam” adalah peradaban orang-orang Muslim atau peradaban manusia yang diilhami, dilandasi oleh keyakinan Islam. Atau dengan pengertian yang lain, “peradaban Islam” adalah pencapaian hasil budi kaum muslim dalam sejarah.
Adapun yang menjadi orientasi kebudayaan di dunia Islam adalah perbedaan antara alam kosmis, transendental, tatanan keduniaan, serta kemungkinan untuk mengatasi ketegangan yang inheren dalam perbedaan ini berdasarkan ketaatan sepenuhnya pada Tuhan dan kegiatan keduniaan –terutama sekali, kegiatan politik dan militer; unsur universalitas yang kuat dalam definisi tentang komunitas Islam; pemberian akses otonom bagi seluruh warga komunitas untuk memperoleh atribut-atribut tatanan transendental dan keselamatan (salvation) melalui ketaatan terhadap Tuhan; cita-cita ummah, komunitas politik-keagamaan dari setiap pemeluknya, dan gambaran mengenai penguasa sebagai penegak cita-cita Islam, mengenai kemurnian ummah, dan kehidupan komunitas.
Berangkat dari pengertian “peradaban Islam” tersebut di atas, maka berbeda dengan Islam yang sakral, tetap dan abadi, peradaban Islam betapapun besar dan hebatnya, adalah bersifat profan, berkembang dan tidaklah suci. Peradaban Islam, tetaplah seperti peradaban lain, yakni tidak bebas dari kelemahan.
Hal tersebut dapat dibuktikan ketika kita flashback ke masa lalu, dimana Nabi Muhammad saw. mampu menyusun kekuatan baru untuk melakukan reformasi peradaban secara total mulai dari ideologi, teologi, sampai kepada kultural dan hasilnya sangat mengesankan. Kemudian usaha beliau itu dilanjutkan oleh para penguasa muslim melalui fondasi bangunan teologi yang kokoh, penguasaan dan pengembangan sains atas dasar semangat iqra dan amal shalih. Atas dasar itu, sejarah dan khazanah kita di masa lampau --terutama sejak pemerintahan Nabi Muhammad saw. di Madinah hingga tahun 1250 Masehi yang ditandai dengan berakhirnya masa kejayaan Spanyol Islam di daratan Eropa-- umat Islam mampu mewujudkan suatu tatanan masyarakat yang berperadaban tinggi.
Namun demikian, seiring dengan pasang surutnya sebuah peradaban, peradaban Islam pun pernah mengalami masa-masa kejayaan meskipun kemudian mengalami masa kemunduran. Jika pada zaman Abbasiyah umat Islam mampu menjadi sumber ilmu pengetahuan serta menjadi kiblat dunia, termasuk Barat, maka saat ini umat Islam hanya menjadi konsumen dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan masyarakat Barat. Peradaban Baratlah yang saat ini memberikan kontribusi besar bagi kehidupan manusia secara umum dan bahkan cenderung menghegemoni peradaban lainnya, termasuk Islam.

Kamis, 07 Februari 2013

Pesona Hijau KRB



Akhir pekan kali ini, bersama kawan-kawan tercinta kembali merangkai kenangan dengan mengunjungi tempat wisata yang mungkin sudah tidak asing (lagi) bagi sobat blogger semua, ada yang tau? *pasti udah tau semua ya, kan ada di judul hehehe :D

Mungkin yang tinggal di daerah jabodetabek sudah sering berwisata ke tempat itu ya, baik bersama keluarga, pasangan, ataupun kawan dekat seperti yang baru-baru ini saya lakukan. No problem, intinya jalan-jalan. *Eh

Bagi saya perjalanan kemanapun itu sangat mengasyikkan dan bermanfaat untuk mengisi waktu luang. Dan wajib di abadikan pula ! *catet

Kebun Raya Bogor.
Awalnya memang malas jika membayangkan perjalanan yang gersang menuju tempat wisata tersebut. Apalagi saya dan ketiga kawan lainnya adalah wanita yang otomatis membuat perjalanan kami dominan dihabiskan dengan berjalan kaki. Karena jika ditempuh dengan sepeda motor dari jakarta-bogor lumayan jauh, tidak, yang benar “cukup jauh”. Maka keputusan yang dihasilkan, yakni perjalanan panjang akan dilewati dengan kereta kuda  yang akan membawa ke-empat permaisuri ini menuju kota bogor.



Oke, perjalanan sudah direncanakan akan dimulai pukul 08.00 pagi, namun suatu alasan menyebabkan kami baru melaju dengan motor masing-masing pukul 10.00 menuju stasiun kota.  Dan kami pun sampai di tempat wisata jam ?? *saya lupa, tapi yang jelas sudah lewat dari adzan dzuhur kala itu, alhasil kami pun solat dzuhur disana (baca : Kebun Raya Bogor). Sebelum solat, kami para ladies mencari tempat untuk makan siang terlebih dahulu di bawah pohon yang rindang lengkap dengan angin sepoinya setia menjadi penyejuk kami, pengunjung yang baru tiba.



Langkah kami semakin semangat setelah terbasuh air wudhu dan menunaikan kewajiban loh sobat ! Kembali mengelilingi hijaunya Kebun Raya Bogor, kekompakkan kami tanpa sadar telah mengindahkan panas matahari yang menyengat. Seperti biasa, sepanjang jalan kami habiskan dengan canda-tawa dan ngerumpi bercerita hal-hal menarik seputar tempat wisata, masakan, dan lain laaaaaaiiiin.



Kami sering berpapasan dengan bule-pakle dalam rekreasi saat itu. Ternyata mereka ramah-tamah, senyumannya akan tercurah ketika kita menatapnya. Balas tersenyum ! sudah pasti. Dan Iin,  spontan berkata “Hello” menyambut senyuman dari wisatawan asing yang bertubuh gembul itu. ^^ Melihatnya, membuat saya ingat adik-adik di rumah yang tak kalah gembulnya hihihi :D XD  

Kebun Raya Bogor begitu sejuk. Membuat saya ingin merasakan rasanya bermalam disini. Kalau dibanding Kebun Binatang Ragunan, saya jelas lebih suka Kebun Raya Bogor karena kesejukan dan pemandangan hijaunya yang memikat. Sangat bagus jika sang buah hati kelak diajak berwisata ketempat ini. Berbekal bola atau raket dan kok, pasti sang anak senang. Nah tuh, jadi berimajinasi sendiri kan, menikah saja belum sudah mikirin anak. hehehe



Jalan yang berliku tak ayal akan membuat kami kehausan. Persediaan air minum yang dibawa juga hampir habis. Beruntung kami menemukan banyak pedagang ice cream. Pilah-pilih ice cream pun dilakukan, hmm sayang tak sempat berfoto dengan ice creamnya. Kami lantas menyerbu tempat duduk yang berada tepat di depan danau. Terbayangkan asyiknya siang-siang makan ice cream seraya memandang keagungan Allah SWT.  Hoah ! ngantuk nih ! Kenapa ya siang selalu membuat saya ngantuk dan memaksa mata ini untuk terpejam. Lalu saya arahkan pandangan tepat ke arah sebelah. Uupss, teman-teman sudah berniat melanjutkan derap langkahnya. Padahal saya baru saja ingin mengusulkan untuk istirahat sebentar saja.  



Tiba di jembatan merah, kok sepi sih, Kemanakah para pengunjung lain? Seakan tak peduli dan tanpa basa-basi kami saling bergantian mengambil gambar dan berekspresi di tengah jembatan. Saat terlintas ide cemerlang saya ajak kawan-kawan menjulurkan kaki ke sela-sela bawah jembatan dimana terdapat arus air deras dibawahnya. Iin setuju, tetapi desi menolak. Amat disayangkan memang, gayanya kan bagus tuh seperti dalam film “A Little Thing Called Love” hehehe. Sepertinya desy agak takut berada di jembatan itu, saya yang tak tega akhirnya menurutinya untuk segera meninggalkan lokasi. 




Menjelang sore rupanya. Saya melirik jam yang menempel pada handphone pinky dengan penasaran. Pukul 04.15. Kami masih sibuk berfoto ria. Dari kejauhan terlihat rombongan pedagang yang sedang berkemas, ada pula secara bersamaan mendorong gerobaknya menuju pintu keluar. Sekeliling kami pun telah sepi dari keramaian. Sadar akan situasi sore itu, kami pun bergegas keluar bersama satu-dua wisatawan lainnya yang masih berada di tempat. Rasa lelah mulai mengahmpiri. Makin lama kian berat langkah kami. Kemudian kami singgah kembali di Musholla semula. Segar ! tak berapa lama kami lanjutkan perjalanan pulang !   


Sesampainya di luar, masih banyak saya temukan para pedagang yang berjualan talas, alpukat dan jambu. Bisa ditebak kaaan, lagi-lagi kami terhenti, kali ini untuk berburu oleh-oleh. Begitulah seterusnya hingga memasuki stasiun Kota Bogor. Saking niatnya kami membeli oleh-oleh akhirnya kami membatalkan niat untuk susah payah menawar harga (sebenarnya tanpa ditawarpun harga cinderamatanya sudah cukup murah kok hahaha :D XD ). Walaupun Berat! Biarlah menjadi derita kami ^^ ya iyaaaalaaah . . .  _^

-Sekian-

Rabu, 06 Februari 2013

Catatan Ummi Kece #1


Aaaaaa, alhamdulillah. Setelah beberapa hari nggak nulis, akhirnya hari ini bisa nulis juga. Ternyata menulis di sela-sela kewajiban seorang ibu itu nggak gampang. Butuh manajemen waktu yang baik banget agar tak ada satu pun yang terlantar.

Oke. Seperti postingan berseri saya ketika hamil yang berjudul Catatan Calon Bunda, kali ini setelah punya anak saya juga ingin menulis lagi sebuah postingan berseri agar moment-moment dan pelajaran berharga yang terserak pada bentangan waktu yang saya jalani dengan si kecil tak ada yang terlupa. Potingan kali ini saya beri judul Catatan Ummi Kece. *hahhha (dilarang ketawa) mungkin kalian heran kenapa dulu Bunda sekarang Ummi? Dulu saya memang ingin anak saya memanggil saya Bunda, tapi setelah dipikir-pikir lagi, mending Ummi aja deh, itung-itung menerapkan bahasa arab sejak dini. *tsaaah :P
Teruuuus, kenapa harus Ummi Kece. Dalam kamus gaul, kece itu artinya cantik banged, ganteng bangeud, kereeeen deh pokoknya. Nah, berhubungan dengan hal ini, saya pakailah kata kece, untuk mendeskrifsikan diri saya. Hahahahah :D (Ketawanya makin lebar) Bukan saya narsis, eh emang narsis ding, tapii, nama itu kan doa. Mudah-mudahan saya benar-benar jadi Ummi kece, artinya Ummi yang cantik hatinya, akhlaknya, tutur katanya, dan juga cantik parasnya. Ammiiin. ^^

Di catatan saya yang pertama ini, saya ingin berbagi kisah tentang kaidah kausalitas seorang Ummi. Yang belum tahu kaidah kausalitas, saya jelasin dulu yaaa, kaidah kausalitas itu, adalah adalah upaya untuk mengaitkan sebab dengan akibatnya.  Kaidah kausalitas atau disebut juga As-Sababiyyah merupakan landasan dalam menjalankan berbagai aktivitas (qâ’idah ‘amaliyyah) dan meraih berbagai tujuan.  Dengan memenuhi tuntutan kaidah ini, suatu aktivitas dapat terlaksana, bagaimanapun keadaannya, baik mudah ataupun sulit.  Dengan memenuhi tuntutan kaidah ini pula, tujuan suatu aktivitas akan dapat diraih, bagaimanapun keadannya, baik dekat ataupun jauh.

Ketika kita sekolah dulu kita sudah belajar tentang hubungan sebab dan akibat. Contoh kecilnya. Karena tidur malam, seorang anak bangun kesiangan. Sebabnya adalah tidur malam dan akibatnya adalah bangun kesiangan.

Seorang Ummi jelas harus mempunyai kaidah kausalitas dalam menjalani perannya. Kaidah kausalitas ini tentu saja akan membantu kita dalam menentukan goalapa saja yang ingin kita raih dan membantu juga dalam proses mewujudkannya.

Saya misalnya, ingin menjadi ibu yang mendidik anak saya dengan hati bukan dengan kekerasan. Maka, ini adalah akibat yang saya tentukan, sebabnya bisa kita rinci satu-satu. Misal, ketika akan sholat kemudian si kecil tiba-tiba menangis, maka yang saya lakukan, adalah membujuknya bukan memarahinya.
Atau contoh yang lain, saya ingin anak saya di usia 2 tahun sudah hafal al fatihah, maka sebab yang harus saya tempuh adalah sering-sering membacakannya pada si kecil atau membacakan al fatihah ketika dia akan tidur.

Sebenarnya banyak sekali pencapaian yang ingin kita raih sebagai seorang Ummi, hanya saja terkadang kita melanggar sendiri bahkan tidak melaksanakan sebab-sebab yang akan mengantar kita pada pencapaian yang kita inginkan.

So, mulai dari sekarang yang harus kita lakukan adalah menentukan garis finish dan run!:)
hiladahanun.blogspot.com



Regards,
Ummi Khoir


Senin, 04 Februari 2013

Terimalah Dia Apa Adanya



"Terimalah Dia Apa Adanya"

Seorang pria dan kekasihnya menikah dan acaranya pernikahannya sungguh megah.

Semua kawan-kawan dan keluarga mereka hadir menyaksikan dan menikmati hari yang berbahagia tersebut. Suatu acara yang luar biasa mengesankan.

Mempelai wanita begitu anggun dalam gaun putihnya dan pengantin pria dalam tuxedo hitam yang gagah. Setiap pasang mata yang memandang setuju mengatakan bahwa mereka sungguh-sungguh
saling mencintai.

Beberapa bulan kemudian, sang istri berkata kepada suaminya, “Sayang, aku baru membaca sebuah artikel di majalah tentang bagaimana memperkuat tali pernikahan” katanya sambil menyodorkan majalah tersebut. “Masing-masing kita akan mencatat hal-hal yang kurang kita sukai dari pasangan kita”.

Kemudian, kita akan membahas bagaimana merubah hal-hal tersebut dan membuat hidup pernikahan kita bersama lebih bahagia…..” Suaminya setuju dan mereka mulai memikirkan hal-hal dari pasangannya yang tidak mereka sukai dan berjanji tidak akan tersinggung ketika pasangannya mencatat hal-hal yang kurang baik sebab hal tersebut untuk kebaikkan mereka bersama.

Malam itu mereka sepakat untuk berpisah kamar dan mencatat apa yang terlintas dalam benak mereka masing-masing. Besok pagi ketika sarapan, mereka siap mendiskusikannya. “Aku akan mulai duluan ya”, kata sang istri. Ia lalu mengeluarkan daftarnya.

Banyak sekali yang ditulisnya, sekitar 3 halaman… Ketika ia mulai membacakan satu persatu hal yang tidak dia sukai dari suaminya, ia memperhatikan bahwa airmata suaminya mulai mengalir….. “Maaf, apakah aku harus berhenti ?” tanyanya. “Oh tidak, lanjutkan… ” jawab suaminya.

Lalu sang istri melanjutkan membacakan semua yang terdaftar, lalu kembali melipat kertasnya dengan manis diatas meja dan berkata dengan bahagia “Sekarang gantian ya, engkau yang membacakan daftarmu”.

Dengan suara perlahan suaminya berkata “Aku tidak mencatat sesuatupun di kertasku. Aku berpikir bahwa engkau sudah sempurna, dan aku tidak ingin merubahmu. Engkau adalah dirimu sendiri. Engkau cantik dan baik bagiku. Tidak satupun dari pribadimu yang kudapatkan kurang…. ”

Sang istri tersentak dan tersentuh oleh pernyataan dan ungkapan cinta serta isi hati suaminya. Bahwa suaminya menerimanya apa adanya… Ia menunduk dan menangis…..

Dalam hidup ini, banyak kali kita merasa dikecewakan, depressi, dan sakit hati. Sesungguhnya tak perlu menghabiskan waktu memikirkan hal- hal tersebut. Hidup ini penuh dengan keindahan, kesukacitaan dan pengharapan. Mengapa harus menghabiskan waktu memikirkan sisi yang buruk, mengecewakan dan menyakitkan jika kita bisa menemukan banyak hal-hal yang indah di sekeliling kita ? Saya percaya kita akan menjadi orang yang berbahagia jika kita mampu melihat dan bersyukur untuk hal-hal yang baik dan mencoba melupakan yang buruk.

Minggu, 03 Februari 2013

Raja dengan Satu Mata dan Satu Kaki

Syahdan di suatu negeri dipimpin oleh seorang Raja yang terkenal tangguh dan pemberani. Raja tersebut sangat terkenal keberanian dan kegarangannya dalam peperangan. Tetapi sayang raja tersebut hanya memiliki satu mata dan satu kaki akibat luka-luka dari peperangan yang berkali-kali dilaluinya.

Suatu ketika sang raja meminta kepada para seniman di seluruh negeri untuk melukis potret dirinya. Satu pesannya, raja meminta agar lukisan yang dihasilkan dapat menggambarkan kebesaran dirinya dengan sesungguhnya dan apa adanya.

Tetapi tak satupun pelukis terkenal yang berani melukis sang raja apa adanya dengan cacat satu mata dan satu kaki. Para pelukis terkenal tersebut merasa tidak akan dapat menggambarkan kebesaran yang dimiliki sang raja. Dan juga mereka merasa takut raja menjadi murka karena lukisan yang dihasilkan justru menunjukkan kelemahan sang raja.

Tanpa dinyana, seorang pelukis muda memberanikan dirinya memohon kepada raja untuk diperbolehkan melukiskan kebesaran dan kehebatan sang raja. Raja pun mengijinkannya dan memberinya waktu satu bulan untuk menyelesaikan lukisan tersebut.

Waktu satu bulan pun berlalu dan tiba saatnya pelukis muda tersebut menyampaikan hasil lukisannya Kepada sang raja. Banyak pelukis2 terkenal dari seluruh negeri yang turut menanti bagaimana hasil lukisan pelukis muda tersebut.





Ternyata dalam lukisan tersebut pelukis muda menggambarkan sang raja sedang berburu dan membidik dengan memejamkan satu mata serta menekuk salah satu kakinya.
Raja pun sangat puas dan berterima kasih atas lukisan yang dihasilkan pelukis muda tersebut.

Seperti halnya kebanyakan dari kita, seringkali dalam melihat seseorang atau diri sendiri hanya ter-fokus pada kekurangan dan kejelekannya saja, sehingga sering kali berakibat timbulnya rasa pesimis dan pikiran negatif. Padahal jika kita mau kita dapat mem-fokus-kan pada kelebihan dan kekuatan yang kita miliki untuk menggambarkan diri kita, serta bersikap optimis dan selalu berpikir positif.